Saling Sindir PDIP-Nasdem Berlanjut, Pengamat Sebut Kontraproduktif

ANTARA FOTO/Adwit B Pramono.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G. Plate di Kecamatan Ranowulu, Bitung, Sulawesi Utara, Selasa (28/7/2020).
Penulis: Ira Guslina Sufa
12/10/2022, 08.35 WIB

Saling sindir antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Nasional Demokrat dinilai kontraproduktif. Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro mengatakan meski telah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden, hingga kini Nasdem masih tergabung dalam koalisi partai pendukung pemerintah. 

“Penilaian apakah Partai NasDem masih sejalan atau tidak sejalan lagi dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak bisa didasarkan atas pencalonan Anies, melainkan didasarkan pada komitmen dalam menjalankan program pemerintahan oleh menteri dari Partai NasDem di kabinet,” ujar Bawono Rabu (12/10).

Menurut Bawono keputusan Nasdem untuk mendeklarasikan capres merupakan hak partai yang diatur dalam Undang-undang. Karena itu, deklarasi capres harus ditempatkan di dalam konteks menjalankan salah satu fungsi dari partai politik sebagai sarana rekrutmen kepemimpinan nasional. 

“Jangan ditempatkan di luar konteks sehingga memunculkan asumsi negatif tidak perlu,” jelas Bawono lagi. 

Minggu (9/10) lalu Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyindir Nasdem setelah partai pimpinan Surya Paloh itu mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presinde. Hasto menyebut istilah biru keluar dari pemerintahan. 

Pengamat politik yang juga Direktur IndoStrategi Research and Consulting Arif Nurul Imam menilai aksi saling sindir PDIP dan Nasdem merupakan hal yang wajar. Apalagi, pencapresan Anies menurut Arif juga menyiratkan keberanian partai pimpinan Surya Paloh itu. 

"Hal ini karena kita tahu Anies merupakan sosok yang selama ini dianggap sebagai kontra pemerintah," katanya.

Menurut Arif, Nasdem dan PDIP sama-sama berkepentingan dalam suksesi Pilpres 2024. Kedua partai telah mengisyaratkan akan berada di poros yang berbeda. Meski begitu, dia menilai perbedaan sikap pimpinan kedua partai sebagai bentuk rivalitas politik yang biasa terjadi dalam politik. 

 Saling sindir antara petinggi PDIP dan Nasdem ini berlanjut dengan munculnya desakan agar Presiden Jokowi mengeluarkan Nasdem dan koalisi. Pada Senin (10/10) Forum Diskusi Relawan Jokowi meminta Presiden Joko Widodo untuk mencopot tiga menteri kader Nasdem. Menteri yang dimaksud adalah Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, dan Menteri Komunikasi dan Informatika Jhonny G. Plate. Relawan Jokowi menilai hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai yang sejauh ini dijunjung oleh Jokowi.

"Pada 2017 lalu, dia (Anies) melakukan politik identitas. Implikasinya secara nasional, sehingga polarisasi politik terjadi sampai saat ini," kata Perwakilan Forum Diskusi Relawan Jokowi Andreas R Behiary dalam konferensi pers di N Hotel yang berlokasi di sebelah Istana Merdeka, Jakarta, Senin (10/10).

Partai Nasdem tak ambil pusing soal desakan Relawan Jokowi. Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate mengatakan permintaan tersebut merupakan hal yang remeh dan cenderung memantik polarisasi. Alih-alih berniat mundur dia malah menyebut permintaan tersebut sebagai upaya pecah belah. 

"Jangan terpancing dengan yang remeh temeh, yang adu domba. Memang enak untuk ditonton, tapi dampaknya sangat destruktif terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan kita," kata Johnny di Kompleks Istana Merdeka, Selasa (11/10).

Lebih jauh Jhony berpendapat pemilihan calon presiden atau capres oleh partai politik adalah hal yang lumrah. Kenyataannya, belum ada capres definitif sampai saat ini juga mengacu pada perundang-undangan. Karena itu dia menilai perkataan yang dilontarkan Relawan Jokowi dapat berdampak pada polarisasi kehidupan sosial masyarakat.

"Hindari diksi seperti itu, berdewasalah dalam berpolitik," katanya.

Reporter: Ade Rosman