Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus tambang ilegal Ismail Bolong di Kalimantan Timur. Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol. Nurul Azizah mengungkapkan ketiga tersangka tersebut yaitu Ismail Bolong selaku Komisaris PT Energindo Mitra Pratama (EMP), BP selaku penambang batu bara ilegal, serta RP sebagai kuasa direktur PT EMP.
Nurul menjelaskan peran BP sebagai direktur PT EMP mengatur operasional dari mulai kegiatan penambangan batu bara, pengangkutan, dan penguatan dalam rangka dijual atas nama PT EMP. Peran serupa dilakoni RP, yang merupakan kuasa direktur PT EMP. Ia juga berperan mengatur operasional dari mulai penambangan batu bara, pengangkutan, dan penjualan atas nama PT EMP.
"Selanjutnya, IB (Ismail Bolong) berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain, dan menjabat sebagai komisaris PT EMP yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan Kegiatan penambangan," kata Nurul di Mabes Polri, Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis (8/12).
Lebih jauh, Nurul mengatakan kasus tersebut berdasarkan laporan polisi bernomor LP: A/0099/II/2022/SPJR Dittipiter Bareskrim Polri tanggal 23 Februari 2022 terkait dengan dugaan penambangan ilegal. Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa kegiatan tambang ilegal yang bertempat di Terminal Khusus PT Makaramma Timur Energi (MTE) yang terletak di Kalimantan Timur tersebut telah dilakukan sejak awal November 2021 lalu.
Adapun beberapa barang bukti yang disita oleh penyidik dalam perkara tersebut yaitu, 36 damtruck, tiga unit telepon genggam berikut SIM card, tiga buah buku tabungan dan tumpukan batu bara hasil penambangan ilegal di terminal khusus dan di lokasi TKP2B PT SB, serta dua buah eksavator, dan dua bundle rekening koran.
"Rencana tindak lanjut sampai dengan saat ini penyidik masih melengkapi berkas perkara untuk kepentingan penuntutan dan peradilan," kata Nurul.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batu bara dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
Selain itu, penyidik juga menjerat tersangka dengan Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang penyertaan. Sebelumnya, Ismail Bolong yang merupakan mantan anggota Polres Samarinda ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (7/12) lalu, setelah menjalani pemeriksaan selama 13 jam di Bareskrim Polri.
Pengacara Ismail Bolong, Johannes L Tobing mengakui kliennya adalah pemilik tambang sejak masih aktif menjadi anggota Polri.
"Iya (IB) salah satu pemilik tambang, waktu aktif menjadi polisi, penyidik menemukan diduga ada tindak pidana (tanpa izin)," kata Johannes, di Bareskrim Polri, Rabu (7/12), dikutip dari Antara.
Nama Ismail Bolong mencuat setelah videonya viral di media sosial. Dalam video itu ia menyebut pernah memberi setoran terkait izin tambang kepada petinggi Polri. Namun, kemudian ia mencabut video itu dan menyatakan bahwa ia membuat rekaman itu di bawah tekanan Hendra Kurniawan yang merupakan kolega terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J Ferdy Sambo.
Peredaran video Ismail Bolong disebut-sebut sebagai perang bintang antar petinggi Polri. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyebut pernyataan Ismail Bolong perlu mendapat perhatian serius dan diusut tuntas oleh Kapolri.