Mendagri Panggil Semua Kepala Daerah Setelah PPKM Dicabut, Ada Apa?

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan keterangan pers terkait kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Istana Negara, Jakarta, Jumat (30/12/2022).
30/12/2022, 20.02 WIB

Kementerian Dalam Negeri atau Kemendagri akan mengarahkan para Kepala Daerah untuk mencabut aturan kapasitas maksimum di tempat usaha untuk mengendalikan penyebaran Covid-19. Arahan tersebut merupakan konsekuensi dari penerbitan Instruksi Menteri Dalam Negeri yang mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan akan memanggil seluruh kepala daerah pada 2 Januari 2023 untuk memberikan arahan tersebut. Bentuk aturan yang dimaksud Tito adalah Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Kepala Daerah (Perkada).

"Saya akan meminta kepada seluruh kepala daerah nanti untuk mencabut Perda dan Perkada, terutama yang mengandung sanksi. Jadi, tidak ada lagi diberikan sanksi ketika terjadi kerumunan," kata Tito di Istana Negara, Jumat (30/12).

Sebagai informasi, Kemendagri menginstruksikan para kepala daerah untuk membatasi kapasitas di beberapa tempat, seperti tempat peribadatan, pusat perbelanjaan, dan pusat hiburan. Kapasitas tampung setiap tempat tersebut akan disesuaikan dengan tingkat PPKM yang berlaku pada daerah tersebut.

Pemerintah daerah dapat memberikan sanksi kepada pengelola tempat-tempat tersebut yang melanggar. Sanksi yang diberikan berupa sanksi administratif seperti pencabutan izin usaha maupun denda yang ditentukan masing-masing kepala daerah.

Rapid Test Antigen Tersedia di Apotek

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berencana untuk menghentikan pengawasan angka penyebaran Covid-19 secara mingguan. Namun Demikian, Budi akan konsisten memperbarui data sebaran Covid-19 di laman resmi Kemenkes.

"Apakah data itu kemudian dimonitor setiap minggu seperti dulu? Saya kira nggak, tapi akan dibuka sebagai keterbukaan informasi, jadi masyarakat bisa tahu bagaimana arah pengendalian Covid-19," ujar Budi.

Budi berharap agar masyarakat menjadikan kegiatan pemeriksaan Covid-19 sebagai kesadaran pribadi. Pemerintah akan mengatur agar rapid-test Antigen dapat tersedia di seluruh apotek dan dapat digunakan secara mandiri.

"Kami mengharapkan itu jadi kesadaran masyarakat. Kalau merasa sakit, tes sendiri dan tes itu tersedia. Kalau ternyata positif dan tahu ini penyakit menular, harusnya isolasi mandiri tanpa dipaksa pemerintah," kata Budi.

Budi mengatakan, setiap alat rapid-test akna dilengkapi dengan QR Code. Alhasil, masyarakat dapat memasukkan hasil rapid-test Antigen secara mandiri ke Peduli Lindungi.

Jika terbukti positif, Budi mengatakan warna Peduli Lindungi tidak akan menjadi hitam jika melapor secara mandiri. Adapun, Peduli Lindungi milik masyarakat yang positif Covid-19 akan memberikan pengingat untuk melakukan isolasi mandiri dan disiplin memakai masker.

Budi menekankan bisnis rapid-test Antigen masih akan eksis, namun terbatas pada produsen alat tes tersebut. Menurutnya, usaha jasa rapid-test Antigen yang kadung merebak akan terpaksa merubah bisnisnya.

"Bisnis tes Antigen itu tetap ada, tapi sifatnya lebih mandiri. Bagi usaha jasa tes Antigen akan hilang, tapi bisnis yang lama kembali. Dulu mereka bisnisnya mati karena pandemi, sekarang balik lagi bisnisnya," kata Budi.

Berdasarkan data Kemenkes, setidaknya ada 936 laboratorium pengujian rapid-test antigen dan PCR per 20 Juni 2022.Adapun, seluruh laboratorium tersebut terhubung dengan Peduli Lindungi.

Walaupun PPKM telah dicabut, pemerintah tetap menyarankan masyarakat untuk tetap memakai masker di ruangan tertutup dan transportasi umum. Namun Budi menilai intensitas pemakaian masker akan berkurang. 

Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan, 3 dari 100 penduduk Indonesia pernah melakukan swab test PCR Covid-19 pada 2021. Persentasenya mencapai 3,21% pada tahun lalu. Alasan utama masyarakat melakukan swab test PCR Covid-19 didominasi kewajiban dari tempat kerja. Persentasenya sebanyak 49,13%.

Alasan berikutnya karena syarat melakukan perjalanan sebanyak 15,99%. Sementara, hanya sekitar 15,43% penduduk Indonesia yang melakukan swab test PCR Covid-19 karena khawatir terhadap kondisi kesehatan.

Reporter: Andi M. Arief