Temu Inovasi 14: Pentingnya Materi Esensial dalam Pembelajaran Murid

INOVASI
Penulis: Muhammad Taufik - Tim Publikasi Katadata
11/1/2023, 15.04 WIB

“Jadi, yang ikut K13 itu membutuhkan sejumlah penyesuaian, baik dari proses, jarak, dan kurikulum darurat yang disederhanakan.”

Selain itu, Mark mengatakan penelitiannya juga menunjukkan bahwa kurikulum yang berfokus terhadap materi esensial lebih cocok untuk anak. Fokus materi esensial yakni literasi dan numerasi bisa dilakukan tidak terlalu cepat, agar semua anak bisa terlibat.

Ia melanjutkan bahwa kurikulum harus fleksibel dengan harapan bisa disesuaikan dengan kemampuan anak. Sebab, ada anak yang cepat belajar, dan sebisa mungkin anak itu tidak sampai menunggu temannya. Sementara, ada anak yang butuh waktu lebih lama untuk belajar dan membutuhkan adaptasi pembelajaran.

”Kurikulum yang fokus terhadap materi esensial jauh lebih baik untuk anak,” kata Mark.

Ia melanjutkan bahwa ada tiga rekomendasi dari studi komprehensif ini, yang meliputi tiga level, yakni level sistem dan kebijakan, level sekolah, dan level komunitas.

Pertama, di level sistem dan kebijakan, kurikulum harus ditransformasikan dan disesuaikan dengan pengembangan kapasitas guru, perbaikan akses dan kualitas sumber daya pembelajaran dan infrastruktur.

Kedua, di level sekolah, ada penggunaan asesmen formatif, adaptasi pembelajaran sesuai dengan kemampuan siswa, memaksimalkan penggunaan sumber belajar seperti platform ‘Merdeka Mengajar’ dan platform lokal yang tersedia.

Ketiga, di level komunitas, perlu mengaktifkan komunitas praktisi seperti KKG untuk pengembangan kapasitas guru. Lalu perlu juga membangun dan memperkuat kolaborasi dengan masyarakat dan entitas pendidikan terkait (BPMP dan BGP).

Menanggapi pentingnya inovasi pada sistem belajar, Kepala Madrasah Ibtidaiyah I Muhammadiyah (MIM) 16 Paciran, Lamongan, Jawa Timur, Niayah juga membagikan kisahnya dalam upaya meningkatkan literasi dalam komunitas belajar dan implementasi Kurikulum Merdeka (IKM).

Niayah tengah mendorong naiknya tingkat literasi Al-Qur’an bagi para siswanya. Ia melakukan bedah kelas, membuat jam khusus membaca, merenovasi perpustakaan, membuat pojok baca di kelas dan lorong sekolah, serta membuat program tahfidz Qur’an dan kompetisi literasi di madrasahnya.

“Seluruh kegiatan diseminasi ini dilakukan dengan pendanaan mandiri yang didasarkan pada kesadaran untuk melakuan perubahan terutama untuk MIM. Dengan bermitra dengan INOVASI, guru banyak mendapatkan kesempatan berkolaborasi dan mendapatkan pengembangan kapasitas,” terangnya.

Kisah lainnya disampaikan oleh Kepala Sekolah Dasar Masehi Mbatakapidu, Sumba Timur, NTT Yunitha May Atanumba mengenai proses pembelajaran yang dirancang oleh guru dan kini sudah berpusat pada siswa.

“Melalui kegiatan KKG kami berkolaborasi untuk menyusun modul ajar, membuat media bersama, melakukan simulasi dan refleksi. Jika sebelumnya guru belum melakukan asesmen pembelajaran, sekarang guru wajib melakukan asesmen awal pembelajaran dan memetakan kemampuan siswa,” tambahnya.

Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Tana Tidung, Kalimantan Utara, Vamelia Ibrahim juga berbagi pengalaman terkait upaya percepatan pemulihan pembelajaran di Tana Tidung.

Proses pemulihan pembelajaran di tempat itu dilakukan melalui dua jalur, yakni sekolah dan masyarakat. Khusus untuk pemulihan pembelajaran melalui jalur masyarakat, pengoptimalan fungsi TBM menjadi pilihan. Dalam waktu satu tahun, Vamelia berhasil mendorong berdirinya 38 TBM di seluruh desa di Tana Tidung.

“Kami melakukan pengambilan data di SD 13 Tana Tidung. Anak yang dulunya belum bisa baca, setelah ke TBM, mereka mulai lancar membaca.” ujar dia.

Halaman: