Tak Terbukti Lecehkan Putri, Keluarga Minta Nama Brigadir J Dipulihkan
Pengacara Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat Kamaruddin Simanjuntak meminta pengadilan membersihkan nama baik Brigadir J di pengadilan. Menurut Kamaruddin nama baik brigadir J dicemari dengan adanya tuduhan pelecehan seksual maupun perkosaan oleh Istri Ferdy Sambo, yakni Putri Candrawathi.
Menurut Kamaruddin, pertimbangan yang dibacakan hakim dalam sidang putusan Ferdy Sambo telah menunjukkan bahwa tidak ada unsur pelecehan yang dilakukan Brigadir J. Hakim malah menyatakan alibi pelecehan sengaja dibuat sebagai pembenaran atas pembunuhan yang telah dilakukan.
“Persidangan berjalan independen sesuai dengan yang diharapkan keluarga,” ujar Kamaruddin usai pembacaan putusan Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2).
Permintaan agar nama baik Brigadir J juga disampaikan oleh keluarga. Ibu Brigadir J Rosti Simanjuntak berharap pengadilan bisa menegakkan keadilan.
“Nanti kami mohon kepada hakim semoga nama baik anak saya dipulihkan dan harkat dan martabatnya diperbaiki, semuanya dipulihkan nama baik kami,” ujar Rosti.
Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim mengatakan tidak menemukan profil korban kekerasan seksual dalam diri Putri. Selain itu menyebut berdasarkan teori relasi kuasa, sangat tidak mungkin bila Brigadir J melakukan pelecehan terhadap istri Ferdy Sambo yang merupakan atasannya.
Dalam pandangan majelis hakim, Putri memiliki relasi kuasa yang lebih tinggi dari Brigadir J karena tingkat pendidikan yang lebih tinggi sebagai dokter gigi. Selain itu, posisi sosial Putri lebih tinggi atau sebagai istri Kepala Divisi Propam Kepolisian.
Sementara itu, Brigadir J merupakan personel Kepolisian dengan pangkat Brigadir dengan jabatan ajudan dan hanya memiliki tingkat pendidikan SMA. Dengan adanya ketergantungan relasi kuasa dimaksud, hakim menilai sangat kecil kemungkinan korban melakukan pelecehan seksual.
“Tidak ada fakta yang membuktikan Putri mendapatkan PTSD akibat pelecehan seksual atau pemerkosaan," kata hakim Wahyu.
Hakim Wahyu juga menjelaskan bahwa Putri tidak memiliki PTSD atau stress setelah mendapatkan trauma berat. PTSD merupakan penyakit mental yang biasanya dimiliki oleh korban kekerasan seksual atau pemerkosaan.
Wahyu menjelaskan umumnya korban kekerasan seksual harus melalui lima tahap kesedihan agar bisa sembuh dari PTSD. Adapun, waktu yang
dibutuhkan untuk sembuh dari PTSD memerlukan waktu yang lama.
Sementara itu, majelis hakim menemukan Putri sempat mendatangi jenazah korban setelah korban meninggal. Wahyu menilai perilaku tersebut bertentangan dengan perilaku pasien PTSD.
"Putri yang menemui orang yang diduga melakukan kekerasan seksual, sehingga tidak masuk akal dali kekerasan seksual tersebut," kata Wahyu.
Dalam putusannya, majelis hakim mengatakan bahwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, hakim juga menilai Ferdy Sambo terbukti melanggar Pasal 49 jo. Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11/2008 tentang ITE jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam sidang yang berlangsung lebih dari 4 jam itu, Ferdy Sambo terlihat tenang dengan sesekali menyeka mata dan mukanya.