Vonis Mati Ferdy Sambo Dianggap Sepadan tetapi Berpotensi Langgar HAM

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nym.
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Joshua, Ferdy Sambo duduk di ruang sidang pengadilan dengan agenda pembacaan vonis oleh majelis hakim di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (13/2/2023).
Penulis: Andi M. Arief
14/2/2023, 14.49 WIB

Setara Institute menyatakan dapat menerima vonis hukuman mati yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri kepada Ferdy Sambo. Peneliti HAM dan Sektor Keamanan Setara Institute Ikhsan Yosarie mengatakan hukuman itu diperkenankan karena masih merujuk pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang lama. 

Menurut Ikhsan, bila merujuk KUHP yang baru disahkan pemerintah, pengenaan hukuman mati tidak bisa lagi ditetapkan sebagai pidana pokok. Menurutnya, hal tersebut berlaku bagi seluruh jenis kejahatan. Namun KUHP baru baru berlaku setelah tiga tahun sejak disahkan.

"Hakim mengambil vonis mati karena pidana mati masih dianggap sebagai hukum positif, meski arus utama para pembentuk Undang-Undang sudah meletakkan hukuman mati sebagai pidana alternatif dalam KUHP baru," kata Ikhsan dalam keterangan resmi, Selasa (14/2).

Meski dapat menerima penetapan hukuman mati terhadap Ferdy Sambo, ia mengatakan dari kacamata konstruksi HAM vonis itu berpotensi melanggar hak hidup. Menurutnya, hak hidup adalah hak yang diberikan Tuhan dan nilai universal HAM di negara-negara beradab.

Lebih jauh ia mengatakan vonis hukuman mati yang dikenakan pada Sambo dapat dikoreksi di tingkat banding dan kasasi. Ikhsan berpendapat ada hukuman lain yang setimpal dan membuat efek jera.

Sementara itu, Ketua Komisi Nasional HAM Atnike Nova Sigiro mengakui negara masih menerapkan pidana hukuman mati walaupun hak hidup termasuk dalam hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Dalam kasus Ferdy Sambo ia melihat penjatuhan hukuman mati merupakan hal yang mungkin lantaran masih diakomodir dalam KUHP. 

Atnike berharap agar hukuman mati dapat dihapuskan dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP. Saat ini meski pidana mati masih adalah KUHP baru, ia berharap hakim hanya akan menggunakan sebagai pidana alternatif. 

Di sisi lain, Atnike menegaskan Sambo telah melakukan kejahatan yang serius. Selain melakukan perencanaan pembunuhan, Sambo terbukti di pengadilan melakukan penghalangan atas keadilan atau penyidikan.

"Terlebih dengan menggunakan kewenangannya sebagai aparat penegak hukum," ujar dia.

Seperti diketahui, Majelis Hakim menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Ferdy Sambo kemarin, Senin (13/2). Vonis tersebut lebih berat dari yang diajukan jaksa penuntut umum, yakni penjara seumur hidup. Hakim meyatakan Ferdy Sambo secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat pada 7 Juli 2022 lalu. 

Pengacara Ferdy Sambo, Rasamala Aritonang mengatakan baru akan mempelajari pertimbangan majelis hakim terhadap vonis tersebut. Rasamala menilai vonis tersebut tidak didasarkan fakta persidangan.

Namun Rasamala belum menyatakan opini secara eksplisit terkait vonis yang dikenakan pada kliennya. Selain itu, Rasamala belum secara tersurat menyampaikan akan menempuh jalur hukum lanjutan untuk memperjuangkan kliennya.

"Ini kan masih tingkat pertama," kata Rasamala saat ditanyakan langkah hukum selanjutnya.

Berdasarkan data yang disusun tim Databoks Katadata, setidaknya ada 114 orang yang divonis hukuman mati di dalam negeri pada 2021. Mayoritas atau sebanyak 94 putusan dikeluarkan pada kejahatan narkotika, sementara itu sebanyak 14 orang divonis mati akibat pembunuhan.

Reporter: Andi M. Arief