Perppu Ciptaker Dinilai Gugur Usai Gagal Disahkan DPR, Begini Dasarnya

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.
Menkopolhukam Mahfud MD (kiri) dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) berbincang saat rapat kerja bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/2/2023). menjadi Undang-undang (UU).
Penulis: Ira Guslina Sufa
17/2/2023, 13.07 WIB

Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Fajri Nursyamsi mengatakan Presiden Joko Widodo harus segera mencabut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Ciptaker. Pencabutan perlu dilakukan karena tidak mendapatkan pengesahan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam masa sidang ketiga periode 2022-2023 yang berakhir pada Kamis (16/2) lalu. 

“Pencabutan itu harus dilakukan oleh Presiden lewat bentuk Undang-undang yang disahkan DPR,” ujar Fajri saat dihubungi, Jumat (17/2). 

Menurut Fajri dengan tidak adanya pengesahan oleh DPR dalam masa sidang pertama setelah Perppu ditetapkan maka aturan itu tidak bisa berlaku lagi. Ia menyebut Perppu tidak memenuhi syarat formil karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Dasar. 

Fajri menguraikan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, telah menjelaskan peraturan agar Perppu bisa ditetapkan menjadi Undang-undang. Dalam pasal 22 ayat (2) disebutkan bahwa setelah ditetapkan, Perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut. 

Dia mengatakan masa sidang berikut yang dimaksud dalam UUD adalah masa sidang pertama setelah Perppu ditetapkan. Dalam kasus Perppu Cipta Kerja masa sidang berikut yaitu masa sidang III tahun sidang 2022/2023.

Masa sidang III telah dimulai sejak 10 Januari dan berakhir pada 16 Februari 2023. Adapun merujuk tata tertib DPR, tahun sidang diawali tanggal 16 Agustus dan diakhiri tanggal 15 Agustus tahun berikutnya.

“(pasal 22 ayat 2) Menugaskan DPR untuk segera membahas suatu Perppu yang baru disahkan oleh Presiden, untuk mengambil keputusan menyetujui atau menolak Perppu dimaksud,” ujar Fajri melanjutkan. 

Lebih jauh ia menjelaskan dalam UUD 1945 pasal 22 ayat (3) disebutkan bahwa jika tidak mendapat persetujuan DPR, maka Perppu itu harus dicabut. Dia menilai tidak adanya pengesahan oleh DPR hingga berakhirnya masa sidang menunjukkan tidak ada persetujuan dari DPR. Fajri mengingatkan persetujuan dari DPR atas Perppu Ciptaker baru sah bila ditetapkan dalam sidang paripurna. 

“Berdasarkan ketentuan tersebut, Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) sudah harus dicabut karena masuk dalam kategori tidak mendapat persetujuan DPR,” ujar Fajri. 

Ia menyebutkan adanya persetujuan dan pengesahan DPR merupakan syarat mutlak berlakunya sebuah Perppu menjadi UU. Perppu dibuat lantaran unsur kemendesakan yang membuat pemerintah harus mengambil tindakan cepat untuk mengisi kekosongan hukum dalam keadaan genting yang memaksa. 

Adapun pembentukan Perppu menurut Fajri dimungkinkan untuk mengantisipasi lamanya proses yang harus dilalui dalam penyusunan UU. Meski begitu ia mengatakan pasal 22 ayat 3 UUD 1945 menunjukkan adanya perimbangan kekuasaan antara DPR dan Presiden dalam menggunakan kewenangannya. 

“Karena pada dasarnya Perppu adalah produk hukum setingkat UU, dimana pembentukan UU harus melalui persetujuan bersama dengan DPR,” ujar Fajri lagi. 

Pendapat serupa juga disampaikan oleh dosen tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari. Menurut Feri, dengan tidak disahkannya Perppu Cipta Kerja pada masa sidang III tahun sidang 2022/2023 maka Perppu secara otomatis batal demi hukum.

Di sisi lain ia menyebut persetujuan yang sudah dikantongi pemerintah dari rapat Badan Legislasi pada Rabu (15/2) belum bisa disebut sebagai persetujuan dari DPR.  Menurut Feri sesuai dengan pasal 52 ayat 4 Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Perppu disebutkan bahwa pengesahan Perppu menjadi UU ditetapkan dalam rapat paripurna.

"Baleg itu bukan DPR tapi alat kelengkapan. Yang bisa merepresentasikan DPR itu ya paripurna," ujar Feri. 

Sebelumnya, sidang paripurna DPR pada Kamis (16/2) gagal mengesahkan Perppu Cipta Kerja. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pembahasan Perppu akan kembali pada masa sidang IV yang akan dimulai pada 14 Maret 2022 mendatang. 

“DPR bersama pemerintah akan membahas Perppu tersebut sesuai dengan mekanisme peraturan perundangan yang berlaku dengan memperhatikan aspirasi masyarakat,” ujar Sufmi usai sidang paripurna DPR. 

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Achmad Baidowi, mengatakan tidak adanya pengesahan Perppu Ciptaker pada sidang paripurna DPR Kamis (16/2) disebabkan karena terganjal prosedur.  Dia mengatakan Baleg baru saja menyurati pimpinan DPR soal rencana pengesahan Perppu Cipta Kerja. Sedangkan pembahasan di tingkat terakhir harus dijadwalkan lebih dulu oleh Badan Musyawarah DPR atau Rapat Konsultasi Pengganti Bamus.

"Seandainya sebelum paripurna sudah ada pembahasan, mungkin bisa (sah), tapi tidak keburu," kata Baidowi. 

Rapat paripurna penutupan masa sidang III tak dihadiri Ketua DPR Puan Maharani. Sidang paripurna dipimpin Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad bersama Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus dan Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel.

Sekretaris Jenderal Kemnaker Anwar Sanusi mengatakan apresiasi atas persetujuan Perppu Cipta kerja oleh baleg. Dia menyebut penyempurnaan substansi ketenagakerjaan yang terkandung dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2022 merupakan ikhtiar pemerintah dalam memberikan perlindungan adaptif bagi pekerja atau buruh. 

Anwar menyebut kementerian bersiap melakukan sosialisasi usai Perppu mendapat pengesahan. Selain itu ia mengatakan pemerintah akan menyiapkan aturan turunan melalui Peraturan Pemerintah. Namun aturan turunan baru akan dibuat setelah Perppu mendapat pengesahan paripurna. Sedangkan Sekretaris Jenderal Kementerian Perekonomian Susiwijono Moegiarso belum merespon konfirmasi yang dilayangkan Katadata.co.id. 

Lalu bagaimana kedudukan Perppu dan pembentukannya? Berikut aturan lengkap pembentukan Perppu. 

Undang-undang Dasar NRI 1945

Pasal 22

(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undangundang.

(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.

(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

Pasal 22A

Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang. 

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Pasal 52

(1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.

(2) Pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pengajuan Rancangan Undang-Undang tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang.

(3) DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

(4) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang.

(5) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang tidak mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku.

DPR SETUJUI PERPPU CIPTAKER DIBAWA KE PARIPURNA (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.)


Cabut Perppu Ciptaker

Lebih jauh Fajri mengatakan dengan tidak disahkannya Perppu dalam paripurna DPR di masa sidang pertama sejak Perppu diterbitkan, selanjutnya presiden harus melakukan pencabutan. Hal ini diperlukan demi tetap tegaknya konstitusi dan bentuk ketaatan pada norma hukum formil yang berlaku sebagaimana diatur dalam pasal 22 UUD NRI 1945. 

Sebelumnya Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Perppu Ciptaker pada 30 Desember 2022. Saat itu Jokowi menyebut Perppu diperlukan untuk mengisi kekosongan hukum setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan Undang-undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Presiden telah mengirimkan Surat Presiden kepada DPR untuk membahas Perppu menjadi UU. 

DPR pun telah membahas Perppu. Dalam rapat Baleg yang digelar Rabu (15/2) sudah didapat kata sepakat dan persetujuan atas Perppu. Namun, Perppu gagal disahkan pada sidang Paripurna Kamis (16/2) karena tidak memenuhi prosedur. Sesuai ketentuan, pengesahan baru bisa dilakukan apabila sudah mendapat persetujuan Badan Musyawarah untuk dibahas di Paripurna. 

Hingga menjelang sidang Paripurna dimulai tak ada agenda tambahan dari Bamus untuk mengesahkan Perppu. DPR baru akan memulai masa sidang kedua 2023 pada 14 Maret 2023.

Peneliti Formappi Lucius Karus mengatakan tidak jadinya pengesahan Perppu Ciptaker pada masa sidang pertama 2023 mementahkan alasan kegentingan yang disampaikan pemerintah. Menurut dia, bila memang ada kegentingan seharusnya Perppu segera dibahas dan dibawa ke paripurna. Dia juga melihat ada kejanggalan dengan ditundanya pengesahan Perppu Cipta Kerja. 

"Artinya, mereka anggota DPR sebenarnya tidak punya alasan yang cukup kuat untuk menerima Perppu Cipta kerja sebagai UU. Tidak ada alasan kegentingan sebagaimana alasan Perppu itu diterbitkan," kata Lucius.

Menurut Lucius bila memang tak ada kegentingan memaksa, lebih baik DPR dan pemerintah memperbaiki UU Cipta Kerja sesuai dengan perintah Mahkamah Konstitusi. Sebelumnya MK telah menetapkan UU No. 11-2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Salah satu pertimbangan MK adalah minimnya partisipasi publik dalam proses pembuatan UU Cipta Kerja.

"Masih cukup waktu karena batasannya sampai November 2023," kata Lucius.

Catatan: Artikel mengalami perubahan pada Sabtu (18/2) pukul 13.30 WIB dengan adanya penambahan keterangan dari pimpinan DPR, Badan Legislasi DPR dan unsur pemerintah.