Penyediaan lapangan kerja untuk difabel terus diperluas, salah satunya melalui Inclusive Job Center (IJC). Program tersebut dikembangkan oleh Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), bekerja sama dengan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ).
IJC memungkinkan pemberdayaan difabel sesuai kemampuan yang dimilikinya. Melalui IJC, difabel pencari kerja dipertemukan dengan perusahaan maupun pemerintah kota yang mencari pekerja. Pasar tenaga kerja inklusif ini mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat dan dapat diakses oleh siapa saja.
Direktur Program Perlindungan Sosial GIZ, Cut Sri Rozanna, mengatakan IJC dibangun dengan konsep pemberdayaan. “Kita akan membangun ekosistem ketenagakerjaan yang inklusif, yang bukan sekadar job fair sehari, atau informasi lowongan kerja, atau aplikasi pencari kerja,” katanya dalam siaran pers tentang seminar Pengarusutamaan Pusat Ketenagakerjaan Inklusif (IJC), dikutip Jumat (24/2).
IJC membangun ekosistem dari hulu ke hilir. IJC juga memudahkan pemberi kerja untuk membangun skill baru yang potensial. Pengembangan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan industri dan jenis disabilitas yang dimiliki difabel.
“IJC mendorong kolaborasi, bukan kompetisi. Membutuhkan kerja sama semua pihak, semua sektor, sehingga penyandang disabilitas dapat memiliki pekerjaan yang layak serta dilindungi hak-haknya sebagai pekerja,” imbuhnya.
Perwakilan Yayasan Mitra Netra, Aria Indrawati, mengungkapkan penyandang disabilitas netra identik dengan pekerjaan sebagai tukang pijat dan penyanyi. Padahal, minat difabel tersebut bisa jadi beragam dan dapat bekerja sebagai profesi lainnya.
Misalnya, menjadi operator telepon atau pun content creator. Maka, untuk mengembangkan skill difabel netra, difabel harus diberikan akses pendidikan yang berkualitas.
Ketua SEHATI Sukoharjo, Edy Supriyanto, mengingatkan pentingnya keterlibatan penyandang disabilitas dan organisasi difabel dalam proses pembangunan. Keterlibatan ini penting untuk perencanaan situasi ketenagakerjaan yang inklusif.
“Apabila pemerintah kota ingin melakukan rekrutmen karyawan di BUMD (badan usaha milik daerah), pastikan terdapat 2% disabilitas. Kemudian, pelatihan di BLK (balai latihan kerja) pastikan ada disabilitas, dan dinas-dinas saling berkolaborasi untuk data terbaru,” saran dia.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus APEKSI sekaligus Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, berharap agar IJC dapat diterapkan secara berkelanjutan. Menurutnya, program tersebut perlu pendataan detail tentang jumlah tenaga kerja yang harus diakomodasi, serta dampak ekonomi yang ditimbulkan.