Menteri Rangkap Jabatan Apakah Dibolehkan Dalam Aturan?

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.
Sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju menghadiri Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/1/2023).
10/3/2023, 20.31 WIB

Sejumlah menteri saat ini merangkap jabatan lain di lingkungan pemerintahan. Salah satunya Menteri Keuangan Sri Mulyani yang merangkap 30 jabatan lain. 

Meski demikian, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara melarang seorang menteri untuk rangkap jabatan. Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 2008 secara eksplisit mengatur bahwa menteri dilarang merangkap jabatan. 

Adapun, jabatan yang dilarang dirangkap oleh menteri adalah:

1. Pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

2. Komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau

3. Pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. 

Aturan tersebut juga menyebutkan para menteri atau pejabat negara dapat melepas tugas dan jabatan lain selain menteri dalam lembar penjelasan. Tugas dan jabatan lain yang dimaksud termasuk jabatan dalam partai politik.

"Undang-undang ini disusun dalam rangka membangun sistem pemerintahan presidensial yang efektif dan efisien, yang menitikberatkan pada peningkatan pelayanan publik yang prima," seperti tertulis dalam lembar penjelasan UU Nomor 39 Tahun 2008, Jumat (10/3).

Seperti diketahui, ada tiga menteri yang menjabat sebagai ketua Parpol dalam Kabinet Indonesia Maju. Menteri yang dimaksud adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional, dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum Gerindra.

Pada Pasal 24 UI Nomor 39 Tahun 2008 ditentukan bahwa menteri yang merangkap jabatan dapat diberhentikan dari jabatannya oleh presiden. Dengan kata lain, presiden dapat memberhentikan atau melanjutkan menteri yang rangkap jabatan.

Adapun, UU 39 telah diperkuat oleh Mahkamah Konstitusi atau MK dengan memperluas cakupan Pasal 23 ke Wakil Menteri. Hal tersebut tertuang dalam Putusan MK No. 80/PUU-XVII/2019 pada 27 Agustus 2020.

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia atau Formappi menyatakan pejabat negara tidak boleh rangkap jabatan secara etis. Dalam hal ini, pejabat negara yang dimaksud adalah pemimpin lembaga pemerintahan.

Peneliti Formappi Lucius Karus mengakui menteri yang rangkap jabatan tidak dijerat oleh sanksi pidana maupun perdata. Akan tetapi, Lucius menilai seharusnya para menteri menjunjung etika saat menjabat sebagai menteri atau kepala lembaga.

"Kita ketahui betul secara etis itu dilanggar, memang tidak ada sanksi. Buat saya, di level pimpinan, hukum tidak penting lagi, etika itu yang penting," kata Lucius di Kantor Formappi, Jumat (10/3).

Sedangkan Juru Bicara Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan, rangkap jabatan Sri Mulyani merupakan mandat undang-undang. Sri Mulyani juga tak menerima gaji, tunjangan, atau honorarium dari jabatan lainnya.

"Kalau dibalik, mau tidak orang dibebani rangkap jabatan sampai 30 posisi tetapi penghasilannya cuma satu? Itu semata-mata demi menjalankan tugas fungsi Menteri Keuangan sebagai bendahara negara," ujar Prastowo di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (10/3).

Reporter: Andi M. Arief