Bawaslu Rumuskan Nasib Partai Prima di Pemilu, Kantongi Kesimpulan KPU
Badan Pengawas Pemilu mulai merumuskan putusan atas gugatan yang diajukan Partai Rakyat Adil dan Makmur atau Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum. Putusan akan dibuat setelah Bawaslu mempelajari berkas kesimpulan yang telah disampaikan oleh Prima dan KPU hari ini, Jumat (17/3).
Dalam aduan yang disampaikan ke Bawaslu, Partai Prima mengadukan adanya pelanggaran dalam proses verifikasi administrasi yang dilakukan KPU. Aduan diajukan pada Kamis (9/3) sepekan setelah keluarnya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk perkara Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Ps yang memenangkan gugatan Partai Prima.
Merujuk informasi di situs resmi, Bawaslu hari ini mengagendakan sidang penyampaian kesimpulan pelapor dan terlapor kepada sekretaris pemeriksa. Namun berdasarkan informasi yang dihimpun Katadata.co.id di kantor Bawaslu penyerahan dokumen kesimpulan tidak berlangsung dalam sidang.
Partai Prima menyerahkan kesimpulan pada pukul 08.00 WIB. Adapun KPU menyerahkan dokumen kesimpulan pada pukul 11.00 WIB. Anggota Bawaslu Lolly Suhenty mengatakan putusan atas aduan yang dibuat Partai Prima akan diumumkan pada Senin (20/3).
"Jika tidak ada perubahan di jam 14.00 WIB," kata Lolly saat dikonfirmasi.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Prima Alif Kamal Haladi mengungkapkan dalam kesimpulan yang diserahkan, Partai Prima meyakini KPU telah melakukan pelanggaran administratif Pemilu. Oleh karena itu maka Partai Prima meminta untuk dilibatkan dalam pemilu 2024.
"Tadi pagi Prima sudah menyerahkan kesimpulan dari laporan kami ke Bawaslu," kata Alif saat dikonfirmasi.
Adapun beberapa poin dalam berkas kesimpulan tersebut pada poin pertama menyatakan terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administratif Pemilu. Kesimpulan kedua menyatakan Prima sebagai partai politik peserta Pemilu tahun 2024.
Poin kesimpulan ketiga adalah memerintahkan KPU untuk melakukan perbaikan administrasi. Perbaikan meliputi tata cara, prosedur, atau mekanisme pada tahapan Pemilu berupa menetapkan pelapor sebagai partai politik peserta Pemilu tahun 2024.
Sebelumnya, pada Rabu (15/3) lalu, Bawaslu telah menggelar sidang kedua dengan agenda pembuktian serta pemeriksaan surat dan saksi. Partai Prima sebagai pelapor menghadirkan dua orang saksi, yaitu Farhan Abdhilah Dalimunthe dan Bin Bin Firman Tresnadi. Sedangkan dari pihak KPU dihadiri langsung oleh Idam Holik dan Mochammad Afifuddin.
Tiga Jalur Aduan Prima
Di sisi lain, KPU resmi menyerahkan memori banding terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Jumat (10/3) lalu. Kepala Biro Advokasi dan Penyelesaian Sengketa Andi Krisna yang mewakili KPU mengatakan, dengan diserahkannya banding tersebut sekaligus memastikan tahapan pemilu tetap dijalankan.
"Pemilu tetap berjalan, sebagaimana disampaikan pimpinan KPU, pasti rekan-rekan sudah mengetahuinya,” kata Andi Krisna kepada wartawan di PN Jakarta Pusat, dikutip dari Antara, Jumat (10/3).
Upaya banding yang diajukan KPU mendapat dukungan dari Komisi II DPR RI. Saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan KPU pada Rabu (15/3) lalu, Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia menyatakan dukungannya terhadap KPU.
"Komisi II DPR RI bersama dengan Bawaslu dan DKPP mendukung langkah KPU untuk menempuh upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap putusan PN Jakarta Pusat secara sungguh-sungguh," kata Doli.
Menyusul dukungan tersebut, Doli mengatakan Komisi II DPR RI mendorong KPU dan Bawaslu tetap melaksanakan tahapan pemilu 2024 sebagaimana jadwal awal.
Sebelumnya partai Prima menggugat KPU ke Pengadilan Negeri Jakarta atas dugaan tindakan melawan hukum. KPU disebut tidak menjalankan rekomendasi pertama dari Bawaslu untuk memberi kesempatan Partai Prima melakukan perbaikan administrasi pemilu. Akibatnya, Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat dan tidak lolos menjadi peserta pemilu.
Dalam putusannya Pengadilan Jakarta Pusat memerintahkan KPU menunda pelaksanaan Pemilu selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari untuk memberi kesempatan Partai Prima mengikuti tahapan yang berjalan dan bisa menjadi peserta pemilu. Pengadilan juga menghukum KPU membayar ganti rugi senilai Rp 500 juta.
Saat ini selain menggugat KPU ke Bawaslu Partai Prima juga mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang menolak menyidangkan perkara prima. Adapun alasan PTUN adalah karena gugatan Prima terhadap KPU tidak memiliki legal standing yang tepat karena hanya berdasarkan berita acara. Advertisement Pause