Bank DBS menilai Indonesia layak memegang tampuk kepemimpinan Association of Southeast Nation (ASEAN) pada 2023 ini. Posisi tawar Indonesia yang menguat di kancah diplomasi global, menjadi dasar optimisme bahwa Indonesia bisa membawa ASEAN ke arah yang lebih baik.
Melalui riset bertajuk Indonesia: Bright spot in a vibrant ASEAN-6 Region, Bank DBS beranggapan Indonesia memiliki peran sentral di ASEAN. Terlebih, gelaran KTT G-20 di Bali pada tahun lalu telah memperkuat posisi Indonesia di panggung internasional.
Selain itu, Bank DBS mengungkapkan terdapat empat keunggulan komparatif yang mendukung Indonesia sebagai pemimpin ASEAN. Keunggulan komparatif ini merupakan potensi untuk menyongsong masa depan ASEAN yang berkelanjutan, stabil, dan inklusif.
Pertama, Indonesia memiliki faktor demografi yang mendukung. Dengan penduduk sekitar 273 juta jiwa, Indonesia menjadi negara dengan penduduk terbesar di kawasan ASEAN.
Proporsi penduduk usia kerja Indonesia juga menguntungkan. Terjadi peningkatan proporsi penduduk usia kerja sebesar 1,8 persen dalam satu dasawarsa terakhir.
Menurut Bank Dunia, laju urbanisasi pun tumbuh stabil yakni sekitar 57 persen dari total penduduk. Bank Dunia juga memprediksi, perekonomian Indonesia beranjak ke status pendapatan menengah ke atas dalam beberapa tahun ke depan.
”Ada rencana memperluas ukuran kelas menengah, dari seperlima penduduk saat ini menjadi 45-50 persen,” tertulis dalam riset itu.
Kedua, potensi sumber daya alam yang besar. Indonesia memiliki beragam komoditas yang melimpah dan potensial di pasar global. Misalnya komoditas pertanian seperti kelapa sawit, karet, dan minyak mentah.
Komoditas logam maupun mineral juga tak kalah potensial. Pasar internasional sedang melirik sejumlah komoditas logam atau mineral dari Indonesia. Komoditas itu meliputi batu bara, bijih besi, bijih tembaga, nikel, gas alam, dan timah.
Meski begitu, selama satu dasawarsa terakhir ada upaya untuk menarik lebih banyak kemampuan manufaktur di industri hilir. Antara lain seperti produksi baja, aluminium, kaca, baterai kendaraan listrik (EV), dan lain-lain.
”Selain itu Indonesia memiliki hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia dan menjadi rumah bagi lahan gambut terbesar di dunia. Ini menyimpan sejumlah besar karbon yang dapat memitigasi dampak perubahan iklim,” seperti tertulis dalam hasil riset.
Ketiga, dorongan dan integrasi investasi yang kuat. Berdasarkan paritas daya beli (PPP), Indonesia merupakan negara dengan perekonomian terbesar kesepuluh dunia. Indonesia juga termasuk dalam 20 besar dunia dari segi nominal produk domestik bruto (PDB).
Menurut Bank DBS, secara riil, perekonomian Indonesia tumbuh rata-rata 5 persen year on year (YoY) pada dasawarsa sebelum pandemi. Sementara laju pertumbuhannya melambat dari 6 persen pada awal 2010-an menjadi 5,0 persen antara 2014-2019.
Di sisi lain PDB per kapita Indonesia meningkat hampir tujuh kali lipat dari di bawah US$ 600 pada 1990, menjadi US$ 4.340 di tahun lalu. Ini membantu menurunkan proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan menjadi di bawah 10 persen.
”Di luar rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) untuk 2020-2024 (yang sebagian terganjal oleh pandemi), ada rencana untuk melipatgandakan PDB per kapita dalam dasawarsa ini, dengan asumsi pertumbuhan rata-rata lebih tinggi, sebesar 6 persen, antara 2025-2030,” ungkap Bank DBS dalam riset tersebut.
Di luar RPJMN 2024, pemerintah masih harus meneruskan sejumlah proyek strategis. Salah satunya pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur dengan nama Nusantara. Selama beberapa tahun ke depan, pemerintah harus memenuhi proyek infrastruktur ibu kota, kebutuhan pembiayaan, serta memindahkan kantor pemerintah dan regulator.
Terakhir, yakni digitalisasi ekonomi. Jumlah pengguna Internet di Indonesia diperkirakan mengalami peningkatan tercepat di antara negara tetangga di Asia Tenggara.
Bank DBS memperkirakan pengguna internet mencapai sekitar 80 persen dari penduduk. Pandemi turut mendorong percepatan pertumbuhan ini.
Dalam riset bertajuk e-Conomy SEA by Google, Bain & Temasek study 2022 lebih dari 90 persen konsumen baru terus menggunakan layanan digital. Adopsi pengguna digital menjadi yang tertinggi. Antara lain, 89 persen untuk e-commerce, 60 persen untuk belanja, dan 79-80 persen untuk transportasi dan pengantaran makanan.
Revolusi digital di Indonesia juga tengah berkembang pesat. Survei Startup Ranking menyebutkan bahwa Indonesia menjadi satu-satunya negara di ASEAN yang tergabung di kelompok sepuluh besar dalam jumlah perusahaan rintisan. Sebagian besar di antaranya terpusat di wilayah Jabodetabek.
Di samping itu, penduduk muda yang melek digital menetapkan basis lebih tinggi untuk peluang pengembangan keterampilan digital di masa mendatang.
”Hal itu meliputi, produktivitas tinggi tenaga kerja, kemampuan manufaktur yang lebih baik, inklusi keuangan, penguatan infrastruktur sosial, serta limpahan positif dari teknologi baru seperti AI (artificial intelligence), dan lain-lain,” tulis riset tersebut.