Pengusaha Ungkap Alasan Smelter Bauksit Mangkrak, Minta Bantuan Negara

123RF
Foto ilustrasi ekstraksi bauksit dengan metode terbuka di tambang perusahaan penambangan dan pengolahan.
25/5/2023, 20.23 WIB

Pengusaha mengeluhkan kendala yang membuat pembangunan smelter bauksit mangkrak. Mereka menjelaskan seretnya pendanaan menjadi jadi sebab fasilitas pemurnian tak juga terbangun.

Mandeknya proyek smelter berimbas pada bauksit sebagai komoditas mineral yang tidak mendapatkan relaksasi larangan ekspor. Aturan tersebut mulai berjalan pada 10 Juni 2023.

Pelaksana Harian Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) Ronald Sulistyanto mengatakan pelaku usaha membutuhkan rata-rata belanja modal senilai US$ 1,2 miliar atau setara Rp 18,6 triliun untuk membuat satu unit smelter.

Sedangkan satu unit smelter memiliki kapasitas pengolahan 6 juta ton bijih bauksit menjadi 2 juta ton alumina per tahun. Ronald menilai bahwa investasi pengadaan smelter bauksit jauh lebih tinggi dari pembangunan smelter nikel.

"Perbankan Indonesia saja mereka tidak mau, bagaimana dengan bank asing, lebih takut lagi," kata Ronald saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Kamis (25/5).

Ronald mendorong pemerintah untuk aktif dalam pembiayaan smelter bauksit domestik lewat pembiayaan sekira 25%. Suntikan modal dari lembaga keuangan negara seperti himpunan bank milik negara dinilai jadi alternatif bagi pengembangan hilirisasi bauksit.

Menurut Ronald, pemerintah sejatinya memberi kemudahan kredit untuk pelaku usaha yang sedang membangun smelter bauksit. “Pandemi Covid-19 ini membawa pengaruh kepada negara investor, yaitu Cina. Mereka juga sedang mengalami masalah keuangan,” ujar Ronald.

Kementerian ESDM mencatat ada tujuh proyek smelter yang masih berupa tanah lapang adalah milik PT Quality Sukses Sejahtera, PT Dinamika Sejahtera Mandiri, PT Parenggean Makmur Sejahtera, PT Persada Pratama Cemerlang, PT Sumber Bumi Marau, PT Laman Mining, dan PT Kalbar Bumi Perkasa.

Pembangunan smelter Kalbar Bumi Perkasa terhenti karena investor menghentikan pendanaan. Kondisi ini terjadi setelah izin usaha pertambangan perusahaan dicabut oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Di sisi lain, ada empat smelter bauksit dengan total serapan mencapai 13,9 juta ton yang memproduksi 4,3 juta ton alumina. Keempatnya adalah PT Indonesia Chemical Alumina, PT Bintan Alumina Indonesia, PT Well Harvest Winning Alumina Refinery Line-1, dan PT Well Harvest Winning Alumina Refinery Line-2.

Smelter yang dimiliki PT Well Harvest Winning Alumina Refinery dan PT Bintan Alumina Indonesia merupakan pabrik pengolahan bijih bauksit dengan keluaran smelter grade alumina (SGA). Smelter yang punya kapasitas input bijih bauksit mencapai 12,5 juta ton itu dapat memproduksi olahan 4 juta ton bauksit setiap tahun.

Sementara itu, smelter milik PT Indonesia Chemical Alumina punya kapasitas input bijih bauksit mencapai 750 ribu ton. Smelter tersebut dapat menghasilkan olahan bauksit sebesar 300.000 ton.

Kemudian, terdapat satu smelter pengolahan produk lanjutan produk olahan bijih bauksit menjadi aluminium, ingot dan billet yang dioperasikan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Smelter itu memiliki kapasitas produksi 345.000 ton.

"Kalau kepunyaan Bintan Alumina Indonesia itu izin usaha industri biasa. Sementara smelter yang berdasarkan izin Kementerian ESDM semuanya mangkrak," ujar Ronald.

Sebelumnya, Kementerian ESDM tidak memasukkan bauksit sebagai komoditas mineral yang mendapatkan relaksasi larangan ekspor yang mulai berjalan pada 10 Juni 2023. Kewajiban penyetopan ekspor bauksit tetap aktif karena tak ada kemajuan pembangunan fasilitas pemurnian bauksit.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan ada tujuh dari delapan rencana proyek pembangunan smelter masih berupa tanah lapang. Kondisi tersebut berimbas pada kepastian larangan ekspor bauksit sebagaimana diamanatkan Pasal 170A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba atau UU Minerba.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu