Menkes Jawab Ancaman Mogok Kerja Nakes: Wajar Bila Beda Pendapat

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Menkes Budi Gunadi Sadikin merespons wacana aksi mogok kerja lima organisasi profesi kesehatan bila RUU Kesehatan disahkan DPR. Baginya, perbedaan pendapat adalah hal yang wajar.
Penulis: Andi M. Arief
20/6/2023, 20.19 WIB

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menanggapi ancaman mogok kerja oleh lima Organisasi Profesi atau OP Kesehatan jika Revisi Undang-Undang No. 36-2009 tentang Kesehatan disahkan. Budi menyampaikan, audiensi publik dalam penggodokan RUU Kesehatan tersebut telah digelar sebanyak dua kali.

Budi menjelaskan RUU Kesehatan sebelumnya merupakan inisiatif DPR sebelum akhirnya diambil alih oleh pemerintah. Menurutnya, DPR dan pemerintah telah menggelar audiensi publik dalam membuat draf RUU Kesehatan.

Budi mencatat, audiensi publik yang dilakukan pemerintah dilakukan pada Maret-April 2023 dan dihadiri oleh puluhan ribu orang. Selain itu, Budi secara khusus kembali mengundang organisasi kesehatan pada Mei 2023.

"Ada masukan yang diterima dan ada yang tidak diterima. Ada juga yang dimasukkan di aturan turunannya. Saya rasa di alam demokrasi wajar kalau ada perbedaan pendapat," kata Budi di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (20/6).

Budi memastikan Draf RUU Kesehatan yang kini telah lolos pembahasan tingkat pertama di DPR fokus pada pelayanan masyarakat. Budi berpendapat para tenaga kesehatan memiliki amanat yang sama, yakni melayani kesehatan masyarakat.

"Kalau revisi undang-undang ini disetujui, tenaga kesehatan bisa memberikan pelayanan kesehatan sebaik-baiknya ke masyarakat," katanya.

Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Adib Khumaidi mengatakan mogok menjadi pilihan yang dapat dilakukan tenaga kesehatan. Walau demikian, lima Organisasi Profesi Kesehatan sepakat akan langsung melakukan uji materi jika RUU Kesehatan disahkan.

Pasalnya, Adib mengamati banyak substansi RUU Kesehatan yang berpotensi melanggar HAM dan hak konstitusi. Oleh karena itu, RUU Kesehatan berpotensi merugikan masyarakat luas jika diabaikan.

"Kami berharap Presiden Joko Widodo untuk tidak segera mengesahkan dan menandatangani RUU Kesehatan untuk menjadi UU dengan memperhatikan segala dinamika yang terjadi dalam masyarakat," kata Adib dalam keterangan resmi, Senin (19/6).

Secara umum, ada dua argumentasi yang disampaikan oleh lima Organisasi Profesi atau OP Kesehatan. Pertama, pembuatan RUU Kesehatan cacat formil.

Ketua Biro Hukum dan Kerjasama Antar Lembaga Persatuan Dokter Gigi Indonesia  Paulus Januar Satyawan mengatakan prosedur penyusunan dan pembahasan RUU Kesehatan memunculkan masalah hukum sejak awal. 

Beberapa masalah yang dimaksud adalah pelanggaran asas, tidak adanya sinkronisasi dan harmonisasi antara Draf RUU Kesehatan dan naskah akademik, dan tidak adanya partisipasi publik yang bermakna.

Kedua, pelaksanaan undang-undang eksisting belum maksimal. Bendahara Ikatan Bidan Indonesia Herdiawati mengatakan pengesahan RUU Kesehatan akan mengganti banyak konteks penting dalam kesehatan.

Oleh karena itu, permasalahan kesehatan saat ini dinilai hanya perlu diselesaikan dengan penegasan implementasi undang-undang kesehatan eksisting. "Saat ini masih banyak yang belum menyadari dampak dari RUU Kesehatan ini pada masyarakat," kata Ketua Ikatan Apoteker Indonesia Noffendri.

Reporter: Andi M. Arief