Komisi VII Kritik Ancaman Luhut Tutup Pabrik Untuk Tekan Polusi Udara

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/nym.
Suasana gedung-gedung bertingkat yang tertutup oleh kabut polusi di Jakarta, Selasa (25/7/2023).
Penulis: Nadya Zahira
21/8/2023, 13.21 WIB

Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang mengancam akan menutup pabrik yang lalai menekan emisi sehingga terjadi peningkatan polusi udara.

Mulyanto mengatakan, pemerintah sebaiknya tidak brutal dalam menangani permasalahan ini. “Pemerintah tak usahlah pakai ancaman-ancaman segala, seperti preman saja. Yang utama justru adalah tindakan yang sistematis dan terukur dari pihak pemerintah,” ujarnya melalui siaran pers, Senin (18/8).

Menurut dia, Luhut sebagai Menko Marves seharusnya menyerahkan permasalahan ini kepada menko terkait, dan jangan mengambil kendali karena hal tersebut bukan menjadi tugas pokok dan fungsi dari Kemenko Marves.

Selain itu, Mulyanto juga meminta pemerintah untuk segera mengukur ulang secara cermat tingkat polusi udara yang buruk ini untuk mengetahui sumber polutan dan sebarannya. Dengan begitu, kebijakan yang diambil akan akurat karena berdasarkan research based policy.

”Kita perlu tahu, sebenarnya apa dan bagaimana sebaran sumber polutan yang dominan. Baru solusi spesifik ditentukan untuk masing-masing sumber polutan,” ujar dia.

Dia mengatakan, secara teoritis polutan selama ini adalah industri, transportasi, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), pembakaran sampah, termasuk juga pembangkit listrik diesel yang digunakan oleh industri, hotel-hotel, hingga pusat perbelanjaan.

Oleh sebab itu, menurut dia pemerintah seharusnya memantau kontribusi setiap sumber polutan tersebut terhadap peningkatan polusi yang sekarang terjadi.

”Kita punya BRIN. Pemerintah dapat menugaskan BRIN untuk meneliti ini, agar hasilnya akurat dan dapat diketahui sumber-sumber polutan yang menyebabkan polusi tersebut secara tepat,” kata dia.

Mulyanto menilai, sesuai regulasi yang ada, maka pemerintah harus melakukan pemeriksaan, evaluasi, klarifikasi, lalu inspeksi lapangan terhadap industri dan sumber polutan lainnya. ”Apabila diketahui terjadi pelanggaran oleh pihak yang menjadi sumber polutan, barulah dikenakan sanksi,” ujarnya.

Kualitas Udara DKI Jakarta Terburuk di Dunia

Sebagai informasi, kualitas udara di DKI Jakarta pada Rabu (15/8), menjadi yang terburuk di dunia berdasakan situs pemantau kualitas udara, IQAir. Indeks kualitas udara ibu kota pada hari itu mencapai 163, atau kategori “merah”, tidak sehat.

IQAir juga menunjukkan bahwa konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 15,6 kali di atas nilai panduan kualitas udara tahunan WHO. PM2.5 atau particulate matter 2.5 adalah partikel udara yang berdiameter lebih kecil dari atau sama dengan 2,5 µm (mikro meter).

Partikel ini memiliki risiko kesehatan yang paling besar di antara pengukuran polusi udara lainnya. PM2.5 dapat bersumber dari asap kendaraan bermotor, hasil pembakaran pembangkit listrik, proses industri, asap pembakaran, asap rokok.

Dengan status kualitas udara yang tidak sehat di ibu kota, masyarakat dianjurkan untuk menggunakan masker wajah saat beraktivitas di luar ruangan, menutup jendela ruangan untuk menghindari masuknya udara luar yang kotor, menyalakan penjernih udara, atau menghindari aktivitas di luar ruangan.

Reporter: Nadya Zahira