Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi perubahan iklim berpotensi menyebabkan bencana kelaparan di seluruh dunia pada 2050.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan ancaman krisis pangan akibat perubahan iklim semakin nyata di seluruh dunia. Organisasi pangan dunia (FAO) bahkan memprediksi 500 juta petani skala kecil yang menyuplai 80% stok pangan dunia sangat rentan terhadap perubahan iklim. Akibatnya ancaman gagal panen dan penurunan produksi sangat mungkin terjadi.
"Kerentanan pangan ini tidak lepas dari kenaikan suhu global yang akhirnya memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air sehingga menghasilkan water hotspot atau krisis air," katanya dalam keterangan resmi.
Dwikorita memaparkan, seluruh negara di dunia saat ini mengalami dampak perubahan iklim dengan tingkat yang berbeda-beda. Persoalannya beragam mulai dari cuaca ekstrem, bencana alam, penurunan keanekaragaman hayati, penurunan muka air laut, krisis air, dan lain sebagainya.
Di Indonesia sendiri, lanjut Dwikorita, tren suhu rata-rata tahunan periode 1951-2021 mengalami peningkatan temperatur 0,15 derajat celsius per 10 tahun. Ini menandakan fenomena peningkatan suhu permukaan bahkan telah terjadi pula secara signifikan dan merata di Indonesia.
Dwikorita memaparkan pemanasan global memicu pergeseran pola musim dan suhu udara yang mengakibatkan peningkatan frekuensi dan intensitas bencana hidrometeorologi. Salah satunya adalah kejadian kekeringan akibat dipicu oleh El Nino seperti saat ini, bahkan diperparah dengan ulah manusia yang berujung pada kebakaran hutan dan lahan. Akibatnya, dapat memicu semakin meningkatnya emisi karbon dan partikulat ke udara.
"Ancaman krisis pangan di pertengahan abad ini perlu menjadi perhatian bersama,” katanya.
Tidak hanya berdampak pada produk pertanian, perubahan iklim juga membuat sejumlah wilayah di Indonesia terendam permanen akibat kenaikan muka air laut. Menteri Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan salah satu kota yang mulai terendam yakni Pekalongan di Jawa Tengah. Berdasarkan hasil penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB), rata-rata penurunan tanah di Pekalongan mencapai 10 cm-20 cm per tahun. Ia menyebut perubahan iklim berdampak sangat signifikan terhadap wilayah pesisir Indonesia.
“Kenaikan muka air laut akan berkisar antara 0,8-1,2 cm per tahun dan sudah mulai banyak wilayah di Indonesia yang tergenang dan terendam secara permanen,” katanya.