Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK Ivan Yustiavandana menyebut cek senilai Rp 2 triliun milik mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo berstatus bodong alias palsu.
Ivan menjelaskan nama Abdul Karim Daeng Tompo yang tertera dalam cek tersebut terindikasi melakukan penipuan. Berdasarkan penelusuran PPATK, Abdul Karim Daeng tak memiliki dana dalam jumlah tersebut di rekeningnya.
Ivan menegaskan, PPATK menemukan banyak kasus dengan dokumen serupa. “Nama tersebut terindikasi sering melakukan penipuan. Dokumen yang ada juga terindikasi palsu,” ucap Ivan saat dikonfirmasi Katadata.co.id, Selasa (17/10).
Modusnya, lanjut Ivan, pelaku menggunakan dokumen seperti cek bodong dan meminta bantuan uang untuk membayar biaya administrasi bank. Tak hanya itu, cek tersebut digunakan untuk menyuap petugas perbankan hingga menyuap pegawai PPATK agar bisa cair.
Selain itu, demi memancing korban, Ivan mengatakan pelaku juga menjanjikan akan memberikan komisi beberapa persen dari nilai uang yang sangat besar.
“Begitu seseorang (korban) tertipu, bersedia memberikan bantuan, mereka kabur. Zonk,” ujar Ivan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan cek Bank BCA senilai Rp 2 triliun dalam penggeledahan di rumah dinas Syahrul Yasin Limpo. KPK juga menyebut ada aliran dana miliaran rupiah dari Syahrul Yasin Limpo ke Partai Nasdem. Syahrul saat ini telah menjadi tersangka kasus gratifikasi dan cuci uang.
"Ditemukan aliran penggunaan uang sebagaimana perintah SYL yang ditujukan untuk kepentingan Partai Nasdem dengan nilai miliaran rupiah," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Jumat (13/10) dikutip dari Antara.
Alexander mengatakan perkara tersebut bermula saat Syahrul menjabat sebagai Menteri Pertanian. Ia membuat kebijakan untuk memungut setoran dari pegawai Kementan.
"Untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk keluarga intinya," katanya.
Ia lalu menginstruksikan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Kementan Muhammad Hatta untuk menarik uang dari eselon I dan II.
"Dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian barang maupun jasa," katanya.
KPK menahan Syahrul sejak Jumat (13/10) sebagai tersangka kasus gratifikasi dan pencucian uang. KPK menangkap Syahrul di sebuah apartemen yang berada di Jakarta pada Kamis (12/10).