Pontjo Sutowo Pertahankan Hotel Sultan: Pemerintah Main Hakim Sendiri
Persidangan gugatan perdata PT Indobuildco terhadap empat entitas pemerintah dimulai pada Senin (30/10). Kuasa Hukum PT Indobuildco Amir Syamsudin mengatakan pemicu gugatan yang disidangkan hari ini adalah penggunaan aparat penegak hukum dalam upaya mengosongkan Hotel Sultan.
Amir menilai kegiatan tersebut sebagai bentuk main hakim sendiri lantaran tidak ada putusan pengadilan atas kegiatan tersebut. "Itu tidak pernah terjadi selama adanya Republik ini," katanya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pihaknya tidak menemukan putusan pengadilan yang menjadi dasar pengerahan tersebut. Bos PT Indobuildco, pengusaha Pontjo Sutowo, pada 27 Agustus lalu melaporkan Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) ke Mabes Polri karena memasang portal dan spanduk yang mengganggu akses masuk ke Holten Sultan.
Indobuildco lalu menguggat empat pihak di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 9 Oktober 2023. Keempatnya adalah Menteri Sekretaris Negara, Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno, Kepala Badan Pertanahan Nasional, dan Kantor Administrasi Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Pusat.
Sidang pertama gugatan awalnya dijadwalkan pada pekan lalu, tapi ditunda menjadi hari ini, Senin (30/10). Dasar perintah pengosongan Hotel Sultan adalah habisnya masa berlaku Hak Guna Bangunan atau HGB Hotel Sultan.
Amir mengatakan akan beradu fakta mengenai hal tersebut. Pihak yang dituntut, menurut dia, tidak mau memperpanjang kedua HGB Hotel Sultan tersebut. "Walaupun itu sebetulnya tidak lazim, tentu kami berhak membawa masalah itu ke pengadilan. Pada umumnya, hak atas tanah itu ada tata caranya," ujarnya.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Indobuildco Yosef Benedictus mengatakan penutupan akses Hotel Sultan seolah-olah menegaskan lahan tersebut telah dimiliki negara. Keempat entitas tergugat menghiraukan keberadaan PT Indobuildco sebagai pemegang hak atas HGB Nomor 26/Gelora dan Nomor 27/Gelora.
Yosef mengklaim kedua HGB itu tidak berdiri di atas Hak Pengelolaan Lahan Nomor 1/Gelora. Menurut dia, HGB No. 26/Gelora dan No. 27/Gelora diterbitkan pada 1974, sedangkan HPL No. 1/Gelora baru terbit pda 1989.
"Jika Sekretaris Negara cq. PPKGBK mau mengosongkan lahan berdasarkan HPL No.1/Gelora, maka mereka keliru karena HGB No. 26 dan No. 27 ada di atas tanah negara bebas," ujar Yosef kepada Katadata.co.id, Rabu (18/10).
Maksud tanah negara bebas adalah berada di atas tanah yang bukan hak negara. Karena itu, Indobuildco berharap proses pembaruan hak atas HGB No. 26/Gelora dan No. 27/Gelora diberikan pemerintah sesuai perundangan berlaku.