Kilas Balik Debat Pilpres 2019 saat Jokowi dan Prabowo Saling Kritik
Pada debat ketiga Pilpres 2024 yang berlangsung pada Minggu (7/1), capres nomor urut 1 Anies Baswedan dan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto terlihat saling serang secara verbal. Ketegangan berlanjut hingga akhir debat Pilpres 2024 yang berujung tidak saling berjabat tangan.
"Dia tidak datang ke saya, (padahal) saya lebih tua dari dia, saya lebih senior," kata Prabowo menjelaskan alasan tak ada jabat tangan dengan Anies usai debat di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1). Sedangkan Anies menyatakan mencari Prabowo untuk bersalaman, tapi Ketua Umum Gerindra itu menghilang.
Debat ketiga Pilpres 2024 tersebut mengingatkan publik pada rangkaian debat Pilpres 2019. Kala itu calon presiden nomor urut 1 sekaligus petahana, Joko Widodo atau Jokowi, berdebat dengan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto. Saat itu publik disuguhkan dua pasangan capres dan cawapres saling bertukar kritik tajam, mulai dari debat pertama hingga terakhir.
Saling Serang Jokowi vs Prabowo pada Debat Pilpres 2019
Sama seperti tahun ini, debat capres dan cawapres dalam penyelenggaraan Pilpres 2019 digelar sebanyak lima kali. Dalam debat Pilpres 2019 lalu, pasangan capres dan cawapres nomor urut 1 Joko Widodo-Ma'ruf Amin beradu ide, serta program melawan pasangan capres dan cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Tak hanya ide dan program, kedua pasangan calon (paslon) ini juga saling melontarkan serangan verbal.
Berikut ini beberapa poin penting saling serang antara Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandiaga.
1. Isu HAM dan Kasus Hoax
Dalam debat perdana Pilpres 2019, pada 17 Januari 2019, salah satu isu yang menjadi ajang serang antara dua capres, adalah soal hak asasi manusia atau HAM.
Dalam bahasan soal hukum dan HAM, Prabowo mempertanyakan ketidak-samaan di mata hukum. Ia menyebut kepala daerah yang mendukung Jokowi tidak dipermasalahkan. Sebaliknya, kepala daerah yang mendukungnya dipermasalahkan.
"Ini perlakuan yang tidak adil, menurut saya pelanggaran HAM karena menyatakan pendapat dijamin undang-undang," ujar Prabowo saat itu.
Menanggapi hal tersebut, Jokowi lantas menegur Prabowo untuk tidak asal tuduh. Ia bahkan 'mengejek' Prabowo dengan mengungkit kasus hoax Ratna Sarumpaet, yang melaporkan terjadinya penganiayaan, padahal 'luka-luka' yang dilaporkan, ternyata karena operasi plastik.
"Harus ada bukti, jangan kita grusa grusu menyampaikan sesuatu. Misalnya, dulu ada tim Pak Prabowo mengatakan dianiaya, mukanya babak belur. Kemudian konferensi pers bersama-sama, tetapi yang terjadi sebenarnya operasi plastik," kata Jokowi.
2. Sindiran Status Kader Gerindra sebagai Caleg Mantan Napi Korupsi
Masih pada debat perdana Pilpres 2019, Jokowi menyerang komitmen antikorupsi Prabowo. Ia merujuk data ICW, yang menunjukan Gerindra, sebagai partai yang paling banyak mencalonkan bekas napi korupsi dalam pemilihan legislatif.
Menanggapi hal tersebut, Prabowo hanya menjawab bahwa semuanya terserah pada rakyat. "Ini demokrasi, kita buka saja kepada rakyat. Apakah akan dipilih. Kalau misalnya rakyat memilihnya, itu karena ia memiliki kelebihan-kelebihan lain, sementara korupsinya mungkin tidak seberapa," ujarnya.
3. Jokowi Menyindir Kepemilikan Lahan Prabowo
Dalam debat Pilpres 2019 sesi kedua, pada 17 Februari 2019, Jokowi menyindir kepemilikan lahan Prabowo yang seluas ratusan ribu hektar. Sindirian dilontarkan sebagai respons atas kritikan Prabowo, yang mengatakan program bagi-bagi sertifikat lahan yang dilakukan sang petahana tidak efektif dalam jangka panjang.
"Yang dilakukan pak Jokowi dan pemerintahnya menarik dan populer untuk 1 atau 2 generasi, tapi tanah tidak bertambah dan bangsa kita terus bertambah. Jadi kalau bangga dengan bagi-bagi tanah, pada saatnya nanti kita tidak punya lahan untuk dibagi-bagi. Bagaimana masa depan anak cucu kita?" kata Prabowo.
Menanggapi kritik ini Jokowi mengatakan konsesi lahan yang dilakukan di era kepemimpinannya bertujuan agar tanah lebih produktif. Sebaliknya, ia balik menyerang Prabowo dengan mengungkap justru Ketua Umum Gerindra tersebut, yang menerima konsesi lahan yang luas.
"Kita tidak memberikan gede-gede. Saya tahu Pak Prabowo punya lahan luas di Kalimantan Timur sebesar 220.000 hektare, dan 120.000 hektare di Aceh Tengah. Ingat, pembagian-pembagian seperti ini tidak dilakukan di masa pemerintahan saya," kata Jokowi.
Menanggapi sindiran tersebut, Prabowo mengakui kepemilikan lahan seluas ratusan ribu hektar di Kalimantan Timur dan Kabupaten Aceh Tengah. Ia mengatakan, kepemilikan lahan tersebut sifatnya Hak Guna Usaha (HGU), sehingga dapat suatu saat ditarik pemerintah. Ia pun berujar bersedia kapan pun mengembalikan tanah miliknya ke negara.
4. Kritik Prabowo Soal Pembangunan Infrastruktur Pemerintahan Jokowi
Dalam debat keempat, pada 30 Maret 2019, Prabowo mengkritisi pembangunan infrastruktur yang dibangun Jokowi selama empat tahun. Menurutnya, masih banyak inefisiensi yang terjadi dalam pembangunan infrastruktur.
"Saya menghargai niat Pak Jokowi memimpin pembangunan infrastruktur. Tapi saya juga harus sampaikan kemungkinan besar tim Pak Jokowi bekerja kurang efisien. Banyak infrastruktur dikerjakan dengan grasak grusuk tanpa feasibility study yang benar," kata Ketua Umum Gerindra tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Jokowi membantah proyek infrastruktur yang dibangun tanpa feasibility study. Ia menjelaskan, bahwa semua proyek infrastruktur yang dijalankan selama era pemerintahannya telah melalui perencanaan yang matang.
5. Prabowo Kritik Jokowi Soal BUMN
Dalam debat Pilpres 2019 sesi keempat ini, Prabowo juga mengkritik pernyataan Jokowi yang akan membuat super holding BUMN, yang berkaitan dengan migas, pertanian dan perkebunan, serta perdagangan.
Argumentasi petahana saat itu, adalah Lewat kekuatan holding besar itu, BUMN akan mudah untuk berekspansi dan mengerjakan proyek di luar negeri.
Merespons paparan soal BUMN tersebut, Prabowo menyebut mantan Gubernur DKI itu tak mengerti persoalan yang tengah terjadi di BUMN. Menurutnya, kondisi perusahaan pelat merah tengah goyah.
"Mau bikin holding-holding, tapi yang sekarang saja tidak dikelola dengan baik," kata Prabowo.
Menaggapi hal tersebut, Jokowi meminta Prabowo-Sandi mengecek besar setoran deviden BUMN ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), apakah naik atau turun.
Debat keempat Pilpres 2019 ini menjadi yang terakhir adanya saling serang antara Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandiaga. Debat kelima yang dilaksanakan pada 13 April 2019 dianggap berjalan antiklimaks. Penyebabnya, kedua paslon dinilai sudah jenuh.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Pieter Abdullah menilai, kedua paslon hanya memberi retorika untuk memperbaiki ekonomi Indonesia. Untuk Prabowo-Sandiaga, Pieter menilai tidak memiliki konsep jelas untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat karena keduanya hanya mengkritik dan tidak menawarkan solusi.
Sementara, untuk pasangan Jokowi-Ma'ruf, ia menilai tidak memiliki desain strategis besar yang komprehensif. Paslon ini juga tidak memasukkan langkah strategi nasional untuk mengatasi masalah utama perekonomian.