Presiden Joko Widodo kembali menegaskan komitmennya untuk mengolah bahan mentah seperti nikel hingga bauksit. Jokowi mengingatkan hilirisasi merupakan kunci Indonesia bergerak menjadi negara maju.
"Nikel yang sebelumnya dicangkul saja, ekspor, semua negara terima tanpa nilai tambah," kata Jokowi di depan para rektor di Surabaya, Jawa Timur, Senin (15/1).
Jokowi mengatakan pengolahan sumber daya alam bukan satu-satunya syarat mewujudkan Indonesia maju. Hal lainnya adalah keberadaan sumber daya manusia yang berkualitas.
Dengan keberadaan SDM berkualitas, Jokowi berharap inovasi akan terus berkembang. "Jadi tugas penting lembaga pendidikan tinggi kita," kata Jokowi.
Pernyataan Jokowi ini disampaikan meski harga nikel dunia terus menurun. Saat ini, produsen kendaraan listrik telah mencari cara alternatif untuk memproduksi baterai tanpa nikel.
Pencarian alternatif produksi kendaraan listrik tanpa baterai semakin menguat setelah harga nikel melambung tinggi mengingat perannya sebagai bahan inti dalam teknologi baterai kendaraan listrik. Kenaikan harga itu semakin parah saat terjadi perang Rusia-Ukraina.
Menurut data Bank Dunia, harga nikel mencapai puncaknya sebesar US$ 33.924 per ton pada Maret 2022. Angka tersebut naik 206% dibandingkan Maret 2021 sebesar US$ 16.406 per ton. Harga nikel kemudian turun namun tetap berada di level US$ 28.946 per ton pada Desember 2022.
Sejumlah produsen kendaraan listrik raksasa mulai meninggalkan Nikel. Tesla mengumumkan meninggalkan baterai berbahan baku nikel secara bertahap sejak Oktober 2021. Mereka menggunakan baterai lithium iron phosphate (LFP) terutama untuk produk standarnya.
“Diversifikasi bahan kimia baterai sangat penting untuk pertumbuhan kapasitas jangka panjang, untuk lebih mengoptimalkan produk kami untuk berbagai kasus penggunaannya dan memperluas basis pemasok kami,” tulis pengumuman Tesla, dikutip dari Spglobal.com, Senin (15/1).
Jokowi telah melarang ekspor nikel ore pada 2020 lalu. Dampaknya, Indonesia digugat dan kalah oleh Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).