Surya Paloh Tolak Isu Pemakzulan Jokowi Jelang Pemilu, Apa Alasannya?
Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh tak sependapat dengan wacana pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo yang kini tengah berkembang. Menurut dia isu pemakzulan bergulir dalam situasi yang dinilai belum tepat.
"Saya pikir soal pemakzulan ini belum saatnya. Tanggung sekali," ujar Surya Paloh usai kampanye nasional Partai NasDem di Lapangan Umum Masbagik, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, seperti dikutip Selasa (23/1).
Menurut Surya Paloh belum ada alasan yang tepat sehingga pemakzulan terhadap presiden Jokowi dilakukan. Bahkan menurut dia, isu itu justru menimbulkan kerugian apabila tetap dibicarakan dan digulirkan. "Sayang kalau itu dilakukan," ujar Paloh.
Dibanding sibuk membicarakan pemakzulan, Surya Paloh mengatakan hal terpenting yang saat ini harus dilakukan adalah agar semua pihak fokus menempatkan kepentingan nasional. Apalagi menurut dia, situasi politik saat ini jelang pemilu makin memanas. Ia menyebut tidak ada pembenaran untuk mendorong pemakzulan atas dasar kepentingan politik.
"Walau hati kita panas, tetapi kepentingan nasional harus dikedepankan daripada membicarakan pemakzulan," ujar Paloh lagi.
Meski demikian, ia berharap masyarakat bisa menemukan dan menjadikan situasi politik hari ini sebagai pembelajaran. Pendukung utama calon presiden dan wakil presiden Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar itu mengatakan bahwa kepentingan negara harus selalu didahulukan. “Jangan kita korbankan bangsa ini. Masyarakat harus memetik pelajaran."
Wacana pemakzulan Jokowi sebelumnya juga mendapat tanggapan negatif dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie. Lewat akun X resmi miliknya, pemilik akun @JimlyAs itu menilai wacana pemakzulan yang belakangan muncul bisa saja menjadi upaya untuk pengalihan isu. Jimly mengaku bingung dengan ide pemakzulan Jokowi yang muncul jelang Pemilu.
"Aneh, 1 bulan ke pemilu kok ada ide pemakzulan presiden. Ini tidak mungkin, kecuali cuma pengalihan perhatian atau karena pendukung paslon, panik dan takut kalah," tulis Jimly.
Menurut Jimly waktu yang ada tak cukup untuk membuat wacana itu bisa dilakukan di DPR. Oleh karena itu ia menilai wacana pemakzulan memang dirancang sebagai dengung untuk mengacaukan fokus publik pada pemilu.
Ia mengatakan ide pemakzulan sulit direalisasikan dalam waktu singkat karena harus mendapat persetujuan setidaknya dari 2/3 anggota DPR. Oleh karena itu ia meminta publik dan para politikus untuk fokus saja pada upaya menyukseskan pemilu.
Wacana Pemakzulan Tak Pengaruhi Kerja Jokowi
Sebelumnya, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo tidak terganggu menanggapi wacana pemakzulan di tengah tahapan Pemilu 2024. Jokowi kata Ari tetap bekerja seperti biasa.
Ari menjelaskan bahwa Presiden Jokowi lebih fokus pada tugas pemerintahan yang makin berat dan berbagai proyek yang harus diselesaikan, terutama pada tahun terakhir masa jabatannya. Menurut Ari, wacana pemakzulan tersebut merupakan bagian dari penyampaian pendapat atau kritik dalam perspektif demokrasi yang sah-sah saja untuk dilakukan.
Namun, kepentingan nasional harus diutamakan agar situasi politik tidak semakin panas dan berpotensi mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa. "Jadi, kita jaga situasi yang kondusif ini jangan sampai memunculkan polarisasi politik," kata Ari.
Adapun, wacana pemakzulan Jokowi berkembang usai pertemuan tokoh-tokoh yang tergabung di Petisi 100 dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Selasa (9/1) pekan lalu. Sejumlah tokoh yang ikut dalam kelompok itu yakni Faizal Assegaf, Marwan Batubara, hingga Letjen Purn Suharto.
Usai pertemuan itu, Mahfud mengatakan sejumlah tokoh tersebut ingin para tokoh Pemilu 2024 berjalan tanpa presiden. Mahfud saat itu mengatakan wacana pemakzulan bisa saja berlanjut selama dilakukan sesuai ketentuan yaitu diusulkan oleh DPR. Adapun di DPR saat ini wacana pemakzulan baru sebatas lisan dan belum ada satupun yang mengusulkan pemakzulan terkait sikap petisi 100.
Sebelumnya isu pemakzulan pernah disampaikan anggota DPR dari PDIP Masinton Pasaribu berkaitan dengan sikap presiden yang dinilai membiarkan MK melakukan perubahan bunyi pasal dalam UU Pemilu mengenai syarat usia capres dan cawapres. Meski begitu usulan itu baru sebatas wacana karena belum memenuhi syarat untuk diajukan secara sah di parlemen.