Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai menteri dan presiden memiliki hak untuk berpihak dan berkampanye untuk pasangan calon peserta Pilpres 2024. JK mengingatkan Jokowi untuk menjaga netralitas dan keadilan sesuai dengan sumpah presiden dan wakil presiden dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Dalam Pasal 9 UUD 1945 diatur komitmen presiden dan wakil presiden untuk menjalankan roda pemerintahan dan menaati aturan perundang-undangan dengan seadil-adilnya.
UUD 1945 itu kedudukannya lebih tinggi daripada regulasi yang membolehkan hak kampanye presiden dan wakil presiden. Hak kampanye itu diatur di dalam Pasal 299 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Tapi di lain pihak, sumpah presiden itu ada di UUD, presiden itu melaksanakan pemerintahan seadil-adilnya. Jadi mana lebih tinggi? sumpah presiden di UUD itu kan sangat tinggi,” kata JK saat menjadi pembicara di agenda 'Pergulatan Politik' (Gultik) Katadata, dikutip pada Jum'at (26/1).
Kalla mengingatkan Jokowi dan para menteri untuk memprioritaskan tugas sebagai aparat negara. “Kalau presiden dan menteri-menterinya sudah pada ikut kampanye, siapa yang urus rakyat sekarang?” ujar JK.
Pada kesempatan tersebut, JK menceritakan pengalaman dirinya bersama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat menjadi peserta Pilpres 2004. SBY yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan di Kabinet Gotong Royong memutuskan untuk mundur dari jabatannya. Hal serupa juga dilaksanakan oleh JK yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat saat itu.
“Saya dan Pak SBY mengundurkan diri. Itu fair. Nah ini Pak Mahfud mengutarakan ingin mengundurkan diri, tinggal tunggu waktu saja. Jangan terlalu lama,” kata JK.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan setiap warga negara berhak untuk turut serta dalam kegiatan kampanye pemilihan umum atau pemilu, termasuk jajaran menteri dan presiden. Presiden menyatakan itu di Pangkalan Angkatan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Jokowi mengatakan para pejabat pemerintahan yang ikut berkampanye dilarang untuk menggunakan fasilitas negara. Jokowi menyampaikan jabatan presiden dan menteri merupakan pejabat publik sekaligus pejabat politik.
“Itu hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja, presiden itu boleh loh kampanye, boleh loh memihak,” kata Jokowi.
Jokowi menjelaskan jabatannya sebagai presiden tak menutup kesempatan dirinya untuk ikut berkampanye. Namun, Jokowi enggan berkomentar saat ditanya wartawan apakah akan mengambil haknya untuk berkampanye di pemilu tahun ini.
“Ya, nanti dilihat. Jangan presiden tidak boleh, boleh berkampanye. Itu boleh. Tapi kan dilakukan atau tidak dilakukan, terserah individu masing-masing,” ujar Jokowi.
Pernyataan Jokowi ini menjadi perdebatan. Banyak para pegiat demokrasi mengingatkan sebagai kepala negara, Jokowi harus menjaga netralitas.