Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mengatakan dinasti politik tak selamanya buruk. TKN juga menekankan Prabowo dan Gibran akan melanjutkan program Presiden Joko Widodo seperti hilirisasi.
Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo Gibran, Eddy Soeparno, menjelaskan politik dinasti yang baik akan menghasilkan kinerja pemerintahan yang baik. Eddy merujuk kepada politik dinasti Amerika Serikat, Korea Selatan, hingga Jepang yang tak berujung buruk
"Dinasti politik buruk karena niat yang buruk. Dinasti politik dengan niat yang baik justru dapat meningkatkan standar kehidupan,” kata Eddy dalam gelaran Bloomberg bertajuk Capital Connect: Indonesia Elections & Economics di Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (30/1).
Isu politik dinasti merebak usai Gibran Rakabuming Raka digandeng Prabowo menjadi calon wakil presiden. Gibran merupakan anak sulung dari Presiden Joko Widodo.
Usai menjelaskan politik dinasti, Eddy melanjutkan penjelasannya terkait kelanjutan program Jokowi yakni hilirisasi. Menurutnya, Indonesia sudah terlalu lama mengekspor bahan mentah sehingga peluang menambah nilai di dalam negeri sendiri berkurang.
Selain itu, ia menyoroti 70% tenaga kerja Indonesia yang masih bekerja di sektor informal. Hal ini menyebabkan mereka tidak bisa memperoleh manfaat jaminan kesehatan. Oleh sebab itu, Prabowo-Gibran berencana memperluars industri sehingga bisa menyerap tenaga kerja di sektor informal.
Banyaknya tenaga kerja informal ini juga beririsan dengan tingginya pertumbuhan penduduk. ia menghitung, bonus demografi Indonesia bisa berakhir pada 2035–2036. Bila potensi ini tak dimaksimalkan, ekonomi Indonesia hanya bakal tumbuh di rentang 5–5,5% per tahunnya.
"Tantangan terbesar adalah kompetisi negara, digitalisasi, dan otomatisasi. Jadi kita perlu upskill dan reskill untuk bisa bertahan dengan teknologi,” kata Eddy.
Pernyataan Eddy soal politik dinasti ditanggapi Sekretaris Eksekutif Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud, Heru Dewanto. Ia mengatakan politik dinasti terjadi di banyak negara, namun prinsipnya adalah semua orang wajib punya hak yang sama untuk maju ke kancah politik.
"Nah yang jadi masalah adalah proses. Isunya di sini (Indonesia) adalah prosesnya dipertanyakan.," kata Heru.