Pakar: Putusan DKPP Terkait Gibran Bisa Diproses Jadi Sengketa Pemilu

ANTARA FOTO//M Risyal Hidayat/tom.
Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka (kanan) menyampaikan pandangannya saat Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024).
Penulis: Amelia Yesidora
Editor: Yuliawati
6/2/2024, 07.53 WIB

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberikan sanksi peringatan kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan enam anggota KPU karena melanggar kode etik. Pakar hukum menilai putusan DKPP ini dapat dipersoalkan dalam sengketa Pemilu.

DKPP memutuskan Ketua KPU Hasyim Asyari dan enam anggota KPU menyalahi prosedur dalam proses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. KPU menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres pada 25 Oktober 2023. Namun, ketika menerima pendaftaran itu, KPU belum mengubah Putusan KPU mengenai syarat cawapres terbaru berusia di bawah 40 tahun.

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengatakan putusan DKPP itu terkait etik. Bila ingin mempersoalkan dalam proses sengketa Pemilu, maka perlu menggugat ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau Pengadilan Tata Usaha Negara.

Bawaslu atau PTUN bisa menerima sengketa proses Pemilu. Sengketa ini antar peserta atau sengketa peserta dengan penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU baik tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota.

"Pemohon atau pengadu perkara bila meneruskan ke Bawaslu bisa diproses, tapi kita paham ada hambatan politis juga," kata Bivitri kepada Katadata.co.id, dikutip Selasa (6/2).

Hal senada dinyatakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menyatakan putusan PTUN dan atau sengketa administrasi di Bawaslu berpotensi mengubah pencalonan Gibran.

Ia menjelaskan, jika dalam sengketa administrasi Bawaslu melihat ada pelanggaran, maka Bawaslu bisa memutuskan terjadi pelanggaran administrasi. "Bisa membatalkan proses administrasi atau terdaftarnya Gibran sebagai salah satu cawapres," kata Feri.

Selanjutnya, gugatan sengketa Pemilu ini bisa menjadi alat bukti bila terjadi perselisihan hasil Pemilu. Mahkamah Konstitusi yang akan menyidangkan perselisihan hasil Pemilu, bila capres-cawapres menggugat hasil perhitungan suara oleh KPU.

"Bisa juga menjadi alat bukti di MK bila ada perselisihan hasil pemilu. Jadi tidak secara langsung," kata Bivitri.

Bivitri menyatakan proses tersebut bakal menyita waktu, apalagi ada kepentingan politis di Bawaslu. "Prosedur masih panjang, dan kita paham ada hambatan-hambatan yang sifatnya politis karena ada keterkaitan kuat Bawaslu dan partai politik," kata Bivitri.

Reporter: Amelia Yesidora