Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memvonis sanksi etik kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) berbuntut panjang. Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro mendorong Ketua KPU Hasyim Asyari dan enam anggota KPU untuk mundur dari jabatannya.
Zuhro menilai mundurnya pejabat KPU sebagai bentuk tanggung jawab setelah KPU melanggar etika saat menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pada Pemilu 2024. KPU menyalahi prosedur administrasi karena tak mengubah Peraturan KPU mengenai syarat usia cawapres, setelah lahirnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dia sudah melakukan kesalahan-kesalahan yang fatal, etika itu fatal loh," kata Zuhro di Gedung Widya Graha BRIN Jakarta pada Rabu (7/2).
Namun, Zuhro meragukan inisiatif para pejabat komisioner KPU untuk menarik diri dari jabatannya. Menurutnya, tradisi melepas jabatan merupakan sebuah budaya politik yang belum lazim di Indonesia.
Dia menambahkan, DKPP sebaiknya memberikan sanksi tegas berupa rekomendasi pengunduran diri terhadap Ketua KPU Hasyim Asyari. Alasannya, ujar Zuhro, Hasyim telah tiga kali mendapatkan sanksi peringatan keras dari DKPP.
Kali ini, DKPP memberikan sanksi kepada Hasyim dan enam anggota KPU karena dianggap tidak memberikan kepastian hukum lantaran menunda revisi syarat usia capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 ketika pendaftaran capres-cawapres sudah berlangsung.
"Mestinya DKPP itu tegas saja, tidak sudah peringatan keras peringatan keras kok tiga kali? finish sudah," kata Siti Zuhro, Rabu (7/2).
DKPP memberikan sanksi peringatan keras terakhir bagi Hasyim, sedangkan komisioner lainnya berupa peringatan keras.