Tingkat partisipasi masyarakat Indonesia dalam pemilihan umum jauh lebih tinggi dibandingkan sejumlah negara di Eropa yang dianggap lebih demokratis. Pengamat kajian politik dan keamanan internasional dari Universitas Murdoch, Ian Wilson mengungkapkan, tingginya partisipasi masyarakat yang mencapai 80 persen dalam pemilu menjadi indikasi bahwa demokrasi elektoral masih menjadi pilihan terbaik untuk Indonesia.
“Kalau kita melihat jumlah partisipasi masyarakat itu pada pemilu mencapai 80 persen. Ini artinya memang proses demokrasi elektoral dimana masyarakat bisa memilih langsung pemimpinnya masih menjadi opsi yang terbaik. Padahal, tidak ada kewajiban bagi masyarakat untuk menggunakan hak suaranya dalam pemilu. Ini berbeda dengan Australia di mana pemerintah mewajibkan seluruh masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya,” kata Ian dalam diskusi Gelap Terang Demokrasi Indonesia yang digelar Perkumpulan Jaga Pemilu di Jakarta, Senin (12/2/2024).
Namun, hal ini belum tentu menentukan kualitas demokrasi Indonesia itu sendiri. Dia menilai, demokrasi yang ada di Indonesia masih mengarah ke state control democracy (demokrasi yang dikontrol oleh negara).
Demokrasi yang dikontrol negara itu, kata Ian, bukan berarti negara menentukan siapa yang akan menjadi pemenang dalam pemilihan umum. Tetapi, sesungguhnya penyelenggara negara punya peran besar menerapkan batas-batas tertentu bagi calon pemimpin untuk bisa menjadi kandidat dalam demokrasi elektoral.
“Misalnya, masyarakat Indonesia jelas tidak bisa memilih pemimpin yang punya ideologi kekiri-kirian. Selain itu, calon pemimpin juga sudah ditentukan oleh partai politik. Sehingga yang terjadi adalah ruang demokrasi ada secara formal, tapi sesungguhnya sempit dan kualitasnya yang juga tidak terlalu baik,” ungkap Ian.
Antropolog Sandra Hamid menambahkan, proses demokrasi di Indonesia adalah sesuatu yang terus berjalan dan masih berlangsung. Kata dia, demokrasi elektoral yang saat ini diterapkan terbukti bisa menghasilkan pemimpin yang baik pada Pemilu 2014 dan 2019.
“Jadi, kalau nanti misalnya pemerintah baru hasil pemilu ingin mengubah sistem pemilu menjadi pemilihan tidak langsung, saya yakin akan ada banyak protes di mana-mana. Karena kita harus paham bahwa demokrasi itu diumpamakan sebagai batu besar yang harus didorong menuju bukit yang ujungnya tidak pernah kita ketahui. Intinya demokrasi adalah kerja terus-menerus,” ungkap Sandra.
Sandra juga menambahkan, demokrasi tidak bisa hanya dilihat dari tingginya partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya di pemilu. Tapi, demokrasi adalah bagaimana masyarakat bisa dengan leluasa menyampaikan pendapat pribadinya.