Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menolak putusan Mahkamah Konstitusi yang ingin menghapus ambang batas parlementer 4% sebelum 2029. Menurut Wakil Sekretaris Jenderal PKB, Syaiful Huda, hal ini bisa memberi ruang pragmatisme politik pada 2029 mendatang.
“Orang yang punya modal bisa bikin partai politik yang disukai publik, tambahkan bumbu-bumbu duit, jadilah dia partai terpilih di Senayan,” kata Huda pada wartawan di DPP PKB, Jakarta, Senin (4/3).
Selain itu, ada empat alasan lain mengapa PKB menolak ambang batas parlementer sebesar 4% pada 2029. Pertama, agenda PKB dari awal ingin meningkatkan ambang batas parlementer hingga 7% supaya proses pelembagaan politik lebih stabil dan produktif.
“Kami rasa juga partai di Indonesia ini cukuplah, secara ideologis, oleh tiga kekuatan. Ada kekuatan yang berbasis kekaryaan, nasionalisme, dan agama, seperti PKB ini,” ujar Huda.
Kedua, ia melihat bila ambang batas parlementer sampai di angka 0%, maka sistem presidensial akan makin lemah. Semakin banyak partai di parlemen, semakin sulit konsolidasi yang harus dilakukan presiden. Ia khawatir produktivitas presiden bakal terhalang.
Ketiga, proses pelembagaan demokrasi bakal lebih sulit tercapai. Terakhir, ia melihat belum ada tradisi partai oposisi dan partai penguasa dalam demokrasi Indonesia.
“Kalau menjadikan ambang batas 0% itu, seolah menjadikan partai seperti DPD RI, secara itikad begitu,” ujarnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menilai ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold 4% suara sah nasional yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu harus dihapuskan sebelum Pemilu 2029.
Mahkamah menilai aturan itu tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi.
Hal itu merupakan putusan perkara nomor 116/PUU-XXI/2023 yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK, pada Kamis (29/2). Permohonan tersebut diajukan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
MK menyatakan Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan Amar Putusan pada Kamis (29/2).