Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Hilirisasi bidang Mineral dan Batubara Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Hasyim Daeng Barang pada Selasa (5/3). Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan Hasyim diperiksa soal pesanan izin tambang oleh Gubernur Maluku Utara nonaktif Abdul Ghani Kasuba (AGK)
"Yang bersangkutan hadir dan didalami kembali pengetahuannya antara lain kaitan dugaan adanya pemberian izin usaha bagi pihak swasta,” ujar Ali seperti dikutip dari Antara, Rabu (6/3).
Menurut Ali salah satu pokok persoalan yang didalami KPK adalah di bidang pertambangan tanpa melalui mekanisme. Pengeluaran izin diduga dilakukan atas pesanan Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba yang kini telah menjadi tersangka KPK. Meski demikian Ali belum memberikan keterangan lebih detail soal temuan penyidik KPK terkait izin tambang tersebut.
Tim penyidik KPK juga telah memanggil sejumlah pejabat terkait kasus dugaan korupsi izin tambang tersebut. Beberapa di antara yang sudah diperiksa adalah Kasubdit Perencanaan Produksi dan Pemanfaatan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Cecep Mochamad Yasin dan Kepala Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Provinsi Maluku Utara Bambang Heryawan. Ali mengatakan para pihak tersebut belum memenuhi panggilan penyidik KPK untuk memberikan keterangan.
Duduk Perkara Dugaan Korupsi Perizinan di Maluku Utara
Sebelumnya, KPK menetapkan Abdul Ghani sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Penyidik KPK juga langsung melakukan penahanan terhadap Abdul Ghani Kasuba dan lima orang lainnya yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 20 Desember 2023.
Tersangka lainnya, yakni Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin (AH), Kadis PUPR Pemprov Maluku Daud Ismail (DI), Kepala BPPBJ Pemprov Maluku Utara Ridwan Arsan (RA), dan ajudan gubernur Ramadhan Ibrahim (RI). Ada juga pihak swasta atas nama Stevi Thomas (ST) dan Kristian Wuisan (KW).
Konstruksi perkara yang menjerat Abdul Ghani Kasuba dan para tersangka lainnya berawal saat Pemprov Maluku Utara melaksanakan pengadaan barang dan jasa dengan anggaran bersumber dari APBD. Abdul Ghani kemudian menentukan siapa saja pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan tersebut.
Untuk menjalankan misinya tersebut, ia kemudian memerintahkan Adnan, Daud Ismail dan Ridwan untuk melaporkan soal berbagai proyek yang akan dikerjakan di Provinsi Maluku Utara. Adapun besaran berbagai nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan mencapai pagu anggaran lebih dari Rp 500 miliar.
Beberapa proyek yang dikerjakan adalah pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga, serta pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo. Dari proyek-proyek tersebut, Abdul Ghani kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor.
Selain itu, Abdul Ghani juga sepakat dan meminta Adnan, Daud dan Ridwan untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar anggaran dapat segera dicairkan. Kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang adalah Stevi dan Kristian. Keduanya juga telah memberikan uang kepada Abdul Ghani melalui Ridwan untuk pengurusan perizinan pembangunan jalan oleh perusahaannya.
Teknis penyerahan uang dilakukan secara tunai maupun rekening penampung dengan menggunakan nama rekening bank atas nama pihak lain maupun pihak swasta. Inisiatif penggunaan rekening penampung ini adalah hasil ide antara Abdul dan Ridwan.
Atas perbuatannya tersangka Stevi, Adnan, Daud dan Kristian sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Sedangkan Abdul Ghani, Ridwan dan Ramadhan sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.