Pakar dan Ekonom Nilai Penegakan BJR Cegah Putusan Bisnis Dipidana

Katadata/Amelia Yesidora
Diskusi Katadata Kriminalisasi Putusan Bisnis
22/5/2024, 13.26 WIB

Dugaan korupsi mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan dalam perkara pengadaan Liquefied Natural Gas memicu polemik seputar penerapan Business Judgment Rule atau BJR. Sejumlah pihak menilai kerugian negara yang disebabkan risiko bisnis atas kebijakan yang diambil direksi perusagaan negara tidak termasuk dalam pidana korupsi.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana dalam diskusi bertajuk "Bahaya Kriminalisasi Putusan Bisnis" yang digelar Katadata Forum di Hotel Ashley, Jakarta, Rabu (22/5) mengatakan dalam pengambilan kebijakan direksi kadangkala mengambil keputusan sulit  Ketidakpastian hukum menurut Hikmahanto justru berpotensi membuat perusahaan negara sulit berkembang. 

 “Tidak segala sesuatu harus diselesaikan secara pidana sehingga direksi khawatir,” kata Hikmahanto dalam diskusi. Ia hadir sebagai pembicara secara online dalam diskusi yang diselenggarakan hybrid. 

Business judgement rule merupakan konsep saat direksi perseroan tidak dapat dibebankan tanggung jawab secara hukum atas keputusan yang diambilnya walaupun keputusan tersebut menimbulkan kerugian. Konsep ini berlaku sepanjang keputusan dilakukan dengan itikad baik dengan tujuan dan cara yang benar. 

Dalam penjelasannya, Hikmahanto mengatakan seharusnya ada ketentuan yang menetapkan bahwa uang yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara bukan sebagai uang negara. Dia mengatakan segala uang yang diberikan negara pada BUMN adalah milik BUMN karena negara sudah memiliki porsi saham di BUMN tersebut. 

Ketentuan ini menurut dia akan memberi kepastian hukum pada direksi untuk melakukan pengelolaan aset. Meski demikian ia mengakui usul itu sulit diterapkan lantaran adanya keputusan dari Mahkamah Konstitusi bahwa uang BUMN merupakan milik negara. 

Hikmahanto kemudian menjelaskan hanya ada tiga alasan sebuah BUMN merugi yaitu karena alasan perdata/pidana, administrasi, dan keadaan global. Untuk alasan ketiga ini, Hikmahanto mengatakan prinsip BJR bisa diberlakukan lantaran direksi tidak selalu bisa memprediksi keadaan global yang bisa mengganggu keberlangsungan perusahaan. 

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara atau Jamdatun, Feri Wibisono. Ia mengatakan direksi tidak selalu bertanggungjawab secara pidana atas keputusannya.

“Kerugian perusahaan tidak menjadi tanggung jawab bagi direksi dan officer, sepanjang kerugian itu dilaksanakan berdasar keputusan atas kewenangan. Kalau tidak sesuai, seenaknya aja, dong,” ujar Feri. 

 Dalam kaitannya adanya kerugian negara dan unsur kewenangan Feri menganggap kasus dugaan korupsi yang dilakukan Karen sebagai kriminalisasi. Wakil Presiden Jusuf Kalla yang hadir sebagai saksi di sidang Kamis (16/5) lalu juga menegaskan keputusan Karen yang dianggap tindakan korupsi itu berdasar perintah dari instruksi pemerintah.

Pengamat ekonomi Faisal Basri menilai, kasus yang menimpa Karen harus segera dihentikan agar tidak terus berulang. Apalagi menurut dia dalam beberapa waktu terakhir sudah ada sejumlah direksi BUMN yang terseret ke pengadilan lantaran adanya unsur kerugian negara. Padahal menurut dia kebijakan yang dibuat tidak bermuatan itikad jahat untuk menguntungkan kelompok tertentu. 

Menurut Faisal bila politisasi hukum melalui kriminalisasi kebijakan berlanjut maka seharusnya Presiden Joko Widodo juga bisa dipidana. Hal itu menurut dia lantaran terdapat sejumlah kebijakan yang dibuat negara yang secara itung-itungan juga menyebabkan kerugian negara. Atas alasan itu dia berharap aparat hukum lebih berhati-hati dan tidak tebang pilih dalam menangani perkara korupsi. 



Reporter: Amelia Yesidora