Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia atau KASBI menolak iuran Tabungan Perumahan Rakyat alias Tapera yang dicanangkan pemerintah. Ketua Konfederasi KASBI, Sunarno, mengatakan aturan ini diputuskan secara sepihak tanpa mengajak diskusi kaum buruh.
Mereka juga menyebut, iuran Tapera 2,5% yang dibebankan dari gaji buruh menambah banyak potongan gaji. Padahal, potongan gaji ini tidak langsung menjamin buruh mendapat rumah dalam waktu cepat.
“Pemerintah seharusnya fokus untuk pengadaan rumah bagi buruh dari anggaran negara, bukan malah memotong gaji buruh yang kecil sebagai modal investasi atau bahkan dengan mengotak-atik dana BPJS,” kata Sunarno dalam keterangan resminya, Selasa (28/5).
Sunarno menghitung, saat ini potongan gaji buruh sudah sangat besar dan tidak sebanding dengan kenaikan upah buruh yang kecil. Mulai dari potongan BPJS Kesehatan sebesar 1%, Jaminan Hari Tua 2%, Jaminan Pensiun 1%, PPH 21 sebesar 5% dari PTKP, potongan koperasi, dan ditambah Tapera 2,5%.
Atas pemotongan itu, seorang buruh yang digaji Rp 2 juta hingga Rp 5 juta per bulannya, bisa dikenakan potongan gaji dari Rp 250 ribu hingga Rp 400 ribu per bulan.
“Kami mencurigai pemotongan gaji untuk Tapera tersebut hanyalah modus politik untuk kepentingan modal politik dan kekuasaan rezim oligarki,” kata Sunarno.
Ketua Serikat Pekerja Nasional atau SPN Iwan Kusmawan menyampaikan hal yang sama. Pihaknya masih belum menentukan sikap sepakat atau tidak terkait peraturan ini. Namun, ia menganggap Tapera adalah sebuah pemaksaan, meski bentuknya adalah tabungan.
“Orang kan macam-macam. Bagaimana kalau misalnya orang tidak mau karena sudah punya rumah? Itu kan jadi masalah juga,” ujarnya dalam sambungan telepon dengan Katadata, Selasa (28/5).
Menurut Iwan, SPN masih akan melakukan pembahasan secara rinci terkait arah dan tujuan aturan Tapera ini. Mereka bakal membahas bagaimana kehadiran pemerintah dalam menyediakan perumahan bagi para pekerja, padahal Tapera juga memungut 0,5% potongan per bulan dari pengusaha.
“Subsidi dari pemerintah terkait perumahan ini jadi bagaimana? Ini juga harus dibahas dengan rinci. Jangan karena hanya sepihak, jadi istilahnya kita divonis. Mau enggak mau, (gajinya) harus dipotong,” kata Iwan.
Ia menyatakan SPN akan menentukan aksi mereka dalam dua minggu berikutnya. Dewan Pimpinan Pusat SPN akan mengkaji PP Nomor 21 Tahun 2024 yang mengatur Tapera ini dan menentukan masalah yang harus diselesaikan bersama.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) merilis ketentuan yang mengatur pemotongan upah, gaji, maupun penghasilan bagi seluruh pekerja untuk simpanan tabungan perumahan rakyat atau Tapera. Kebijakan ini berlaku wajib meliputi calon pegawai negeri sipil (PNS), pegawai ASN, prajurit TNI, anggota Polri, pejabat negara, pekerja BUMN/BUMD hingga pekerja sektor swasta.
Keputusan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat. Jokowi menetapkan PP tersebut pada 20 Mei 2024.