Kasus Vina dan Egy, Komnas HAM Desak Kapolri Evaluasi Kepolisian Jabar-Cirebon

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/YU
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro (tengah) didampingi Wakil Ketua Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi (kiri) dan Abdul Haris Semendawai (kanan) memberikan keterangan pers terkait refleksi penegakan HAM di Indonesia tahun 2022 di Jakarta, Sabtu (10/12/2022).
Penulis: Ade Rosman
14/10/2024, 11.41 WIB

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengevaluasi jajaran Polda Jawa Barat dan Polres Cirebon dalam kasus pembunuhan Vina.  Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Komnas HAM Uli Parulian Sihombing mengatakan desakan itu lantaran dugaan penangkapan terpidana kasus tersebut yang dianggap unprecedural.

"Melakukan evaluasi dan pemeriksaan terhadap jajaran Polda Jawa Barat dan Polres Cirebon terkait adanya dugaan penyiksaan dan kekerasan yang menimbulkan luka-luka terhadap terpidana," kata Uli dalam keterangan tertulis, Senin (14/10).

Uli mengatakan, Kapolri perlu menjamin terpenuhinya hak-hak para terpidana untuk mendapatkan pendampingan dan bantuan hukum. Kepolisian juga memberikan  jaminan akses untuk bertemu dengan pihak keluarga maupun kuasa hukumnya.

Selain itu, Kapolri juga didesak menjamin terpenuhinya hak-hak para terpidana untuk terbebas dari segala tindakan penyiksaan, penghukuman atas perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya. Juga, memastikan pelindungan dan pemenuhan hak atas keadilan dan kepastian hukum terhadap keluarga Eky dan Vina dalam upaya hukum.

Komnas HAM juga meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk menjamin terpenuhinya hak-hak perlindungan terhadap para saksi, korban, dan memberikan layanan trauma healing kepada keluarga korban, dan/saksi, dan perlindungan keamanan. Kemudian, menjamin terpenuhinya hak-hak atas rasa aman terhadap para saksi dan pihak-pihak lainnya yang berkaitan dengan peristiwa ini.

Di sisi lain, Komnas HAM juga merekomendasikan pada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap seluruh proses upaya hukum terkait peristiwa kematian Eky dan Vina. Pengawasan diperlukan baik yang sudah berjalan pada tahun 2016 maupun yang saat ini masih berjalan.

Komnas HAM juga meminta Kanwil Kementrian Hukum dan HAM Jawa Barat untuk memastikan terpenuhinya hak-hak para terpidana untuk mendapatkan bantuan hukum. Juga mendorong jaminan akses untuk bertemu dengan pihak keluarga maupun kuasa hukumnya.

Juga, menjamin terpenuhinya hak-hak para terpidana untuk terbebas dari segala tindakan penyiksaan, penghukuman atas perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya selama menjalani masa tahanan.

Uli menyampaikan, Komnas HAM telah menyelesaikan pemantauan terhadap kasus Vina dan Eky. Pemantauan dilakukan dengan meminta keterangan saksi-saksi, kuasa hukum para terdakwa, ahli digital forensik, ahli forensik, dokter forensik, para terpidana di Rutan/Lapas di Bandung Jawa Barat, para penyidik di Polresta Cirebon, dan Polda Jawa Barat, dan melakukan tinjauan lapangan di Bandung dan Cirebon.

Berdasarkan pemantauan Komnas HAM itu, kata Uli, disimpulkan terdapat tiga jenis pelanggaran HAM berdasarkan Undang-Undang Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999 terdapat tiga pelanggaran.

Pertama, hak atas Bantuan Hukum
Berdasarkan keterangan dari para terpidana, dan kuasa hukumnya menyatakan para terdakwa tidak didampingi oleh Advokat yang ditunjuk oleh para terdkawa tersebut pada tingkat pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan di Polresta Cirebon antara akhir Agustus sampai dengan awal Oktober 2016.

"Absennya hak atas bantuan hukum juga terkonfirmasi berdasarkan Putusan Sidang Etik Bidpropam Polda Jabar dan Sie Propam Polresta Cirebon pada sekitar Maret 2017," kata Uli.

Kedua, hak atas Bebas dari Penyiksaan. Uli menuturkan, Para terpidana mengaku ke Komnas HAM bahwa mereka mengalami penyiksaan/perlakukan tidak manusiawi/kejam ketika proses penahanan di Polresta Cirebon, dan penangkapan oleh Unit Narkoba Polresta Cirebon. Uli mengatakan, hal tersebut terkonfirmasi berdasarkan Putusan Sidang Etik Bidpropam Polda Jabar Sie Propam Polres Cirebon pada sekitar Maret 2017.

Kemudian juga berdasarkan foto yang beredar di media sosial pada awal September 2016 yang memperlihatkan kondisi para terdakwa diduga mengalami menyiksaan/perlakuan kejan dan tidak manusiawi, dan terkonfirmasi oleh ahli digital forensik tentang originalitas foto tersebut.

Ketiga, hak terdakwa bebas dari tindakan penangkapan sewenang-wenang.
Ketika proses penangkapan oleh Unit Narkoba Polresta Cirebon pada akhir Agustus 2016, para terdakwa tidak mendapatkan surat penangkapan dan juga tidak diberitahukan kepada keluarganya saat para terdakwa ditangkap bukan dalam konteks tertangkap tangan.

"Keluarga pada terdakwa tidak mengetahui penangkapan pada terdakwa tersebut," kata dia. 

Reporter: Ade Rosman