Pengacara Tom Lembong Minta Kejagung Periksa Mendag Lain yang Impor Gula

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/nym.
Ketua tim penasihat hukum tersangka kasus impor gula Kementerian Perdagangan Tom Lembong, Ari Yusuf Amir (tengah) memberikan keterangan kepada wartawan usai mendaftarkan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (5/11/2024).
Penulis: Amelia Yesidora
Editor: Yuliawati
5/11/2024, 14.55 WIB

Pengacara Menteri Perdagangan Tom Lembong meminta Kejaksaan Agung turut memeriksa Menteri Perdagangan dari periode 2015 hingga 2023. Permintaan ini berdasar pernyataan Kejagung bahwa penyidikan kasus importir gula berlangsung hingga 2023.

“Kalau mereka tidak memeriksa Menteri-Menteri di periode setelah 2015, itu jadi pertanyaan. Kalau tadi disampaikan rekan saya, tebang pilih,” ujar pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir usai mendaftar gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (5/11).

Ari tidak menyebut nama-nama eks menteri perdagangan yang jadi sasaran penyidikan Kejagung. Namun, bila merujuk periode tersebut, maka nama yang bisa disidik Kejagung adalah Rachmad Gobel, Enggartiasto Lukita, Agus Suparmanto, Muhammad Lutfi, hingga Zulkifli Hasan.

Tom Lembong yang menjadi tersangka dugaan kasus impor gula ini, menjabat sebagai menteri perdagangan hanya setahun, dari 2015–2016.

“Berarti menteri selanjutnya harusnya diperiksa dong. Ada kesalahan juga enggak? Ada mekanisme yang salah enggak? Ada korupsi enggak di sana? Setelah itu baru tetapkan sebagai tersangka,” ujar Ari.

Sebelumnya Kejaksaan Agung sudah menegaskan bahwa tidak ada politisasi dalam penetapan Tom Lembong sebagai tersangka.

Meski demikian, Ari menjelaskan permintaan timnya ini bukan dalam ranah praperadilan yang tengah ia lakukan hari ini. Pendaftaran gugatan praperadilan kali ini bertujuan agar PN Jakarta Selatan menyatakan bahwa penetapan tersangka dan penahanan terhadap Thomas Trikasih Lembong tidak sah. “Kami juga meminta klien kami dibebaskan dari tahanan,” katanya.

Dia memahami bahwa penyidik Kejagung memiliki hak subjektif untuk melakukan penetapan dan penahanan tersangka. Namun, hal itu harus dibuktikan dengan masuk akal.

"Tetapi dalam KUHAP dijelaskan, hak subjektif ini harus masuk di akal, harus reasonable, harus secara hukum, dapat dibuktikan hak subjektif tersebut," ucap Ari.

Reporter: Amelia Yesidora