Bagaimana Nasib Pencalonan Gubernur Bengkulu yang Terjaring OTT KPK di Pilkada?
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah yang kembali maju dalam Pemilihan Kepala Daerah 2024 terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi pada Sabtu (23/11). Komisi Pemilihan Umum Bengkulu memastikan OTT KPK tidak akan menganggu tahapan Pilkada untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu yang akan berlangsung pada Rabu (27/11).
"KPU Provinsi Bengkulu akan melaksanakan tahapan ini sesuai dengan jadwal, tetap akan melakukan pencoblosan 27 November," kata Ketua KPU Provinsi Bengkulu Rusman Sudarsono pada Minggu (23/11), seperti dikutip dari Antara.
Ia menjelaskan, tahapan pilkada berjalan sesuai yang telah dirancang, yakni masa tenang dan proses pendistribusian logistik Pilkada pada 24-26 November 2024. KPU memastikan seluruh logistik terdistribusi ke seluruh TPS di Bengkulu pada 26 November.
"Jadi tidak terganggu isu-isu lagi kekinian. Kami tetap melaksanakan tahapan itu, dan mulai besok kami akan melakukan pendistribusian logistik di beberapa TPS yang sulit," ujarnya.
Rohidin Mersyah merupakan Gubernur Bengkulu petahana yang mencalonkan diri kembali pada Pilkada Serentak 2024, berpasangan dengan Meriani dengan nomor urut 2.
Rohidin bersama tujuh orang lainnya terjaring OTT KPK pada Sabtu (23/11). Ia tiba di Gedung Merah Putih KPK dengan pakaian serta hitam dan mengenakan masker dan topi putih pada Minggu (24/11) pada pukul 14.39 WIB, dikawal oleh personel KPK dan polisi.
Dalam operasi tersebut, penyidik juga menyita sejumlah barang bukti berupa uang tunai dan dokumen, namun belum merinci berapa nominal uang yang disita dalam kegiatan tersebut.
Status Tersangka Calon Gubernur
Status tersangka tidak secara otomatis membatalkan pencalonan gubernur di Pilkada, meski memiliki pengaruh yang signifikan dari sisi persepsi masyarakat. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menyebutkan bahwa calon kepala daerah baru dapat didiskualifikasi jika terbukti bersalah oleh pengadilan dan putusannya berkekuatan hukum tetap.
Adapun jika seorang calon gubernur menang dalam Pilkada tetapi dinyatakan bersalah dalam kasus pidana dan putusannya berkekuatan hukum tetap, maka tata pemerintahan akan mengikuti ketentuan perundang-undangan.
Sesuai pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Kepala daerah diberhentikan jika dinyatakan bersalah atas tindak pidana dan dihukum dengan putusan inkracht.
Adapun pasal yang sama menjelaskan bahwa Presiden dapat memberhentikan sementara Gubernur melalui Menteri Dalam Negeri setelah gubernur dinyatakan sebagai terdakwa dan menjalani sidang. Penonaktifan berlaku sampai ada putusan hukum tetap. Jika akhirnya dinyatakan tidak bersalah, maka jabatan dikembalikan. Sedangkan jika putusan pengadilan menyatakan gubernur bersalah dengan vonis pidana penjara dan berkekuatan hukum tetap, gubernur akan diberhentikan tetap oleh presiden
Selama gubernur diberhentikan sementara atau tetap, wakil gubernur akan menggantikan sebagai Pelaksana Tugas (Plt). Jika wakil gubernur juga tidak dapat menjalankan tugas, maka pemerintah pusat akan menunjuk pejabat sementara dari kalangan Aparatur Sipil Negara atau ASN senior.