Konflik antara pengusaha Edwin Soeryadjaya bersama tetangganya sesama warga Kuningan, Jakarta Selatan dengan Kedutaan Besar India belum juga menemui titik temu.
Kedutaan Besar India berencana membangun gedung baru setinggi 18 lantai di Jalan HR. Rasuna Said, Jakarta Selatan. Rencana pembangunan gedung baru ini menuai polemik lantaran warga sekitar merasa terdapat permasalahan izin.
Kuasa hukum warga Kuningan, David Tobing mengatakan, rencana pembangunan tersebut sejak awal ditolak oleh warga. Ia bahkan meminta Kementerian Luar Negeri menjembatani permasalahan.
"Warga menuntut agar prosedur pembangunan dipenuhi. Apa win-win solution-nya?" kata David dalam diskusi di Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Kronologi Konflik
David mengatakan, rencana pembangunan bangunan setinggi 18 lantai itu sejak awal ditolak oleh warga. Ia mengatakan, pada 9 Juni 2017 diadakan sosialisasi berupa konsultasi publik di Ruang Pola Kelurahan Kuningan Timur, namun tak melibatkan warga.
Terdapat tiga perwakilan warga yang diklaim memberikan persetujuan dalam bentuk penandatanganan. Namun, ketiga warga itu disebut David tak mewakili masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi.
Ia juga menyatakan sosialisasi pada 2017 itu juga tidak transparan lantaran tak mengundang pihak-pihak terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup dan PTSP.
Pada 2021, Lurah Kuningan Timur mengirimkan Surat Nomor 105/-1758 tentang perkembangan studi AMDAL kepada warga tanpa adanya partisipasi warga yang terdampak langsung. Warga yang menolak lantas mengirim penolakan pada Kedutaan Besar India melalui Surat Nomor 054/05/2021 pada 31 Mei 2021.
Selanjutnya, Komisi Penilai AMDAL Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan surat perihal undangan pembahasan AMDAL, namun tidak tercantum undangan untuk warga sekitar termasuk Ketua RT.
Pembahasan AMDAL itu diselenggarakan pada 10 Januari 2022 namun tak ada masyarakat yang hadir lantaran tidak ada di undangan. David mengatakan, setelah pembahasan digelar, barulah diketahui bahwa dari 26 undangan, tidak ada satupun yang ditujukan kepada warga sekitar.
Kemudian, pada 14 April 2022, diadakan sosialisasi oleh konsultan pembangunan Gedung Kedubes India. Sosialisasi itu tak dihadiri oleh Dinas Lingkungan Hidup, PTSP, dan Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).
Dalam pertemuan itu, warga mengusulkan agar seluruh masyarakat diundang. Warga juga meminta pertemuan dihadiri oleh TGUPP, Dinas Lingkungan Hidup, serta PTSP. Namun pertemuan itu tetap dilanjutkan tanpa mengamini permintaan warga.
David mengatakan, pada 7 Maret 2023, dirinya bersama beberapa warga hadir memenuhi undangan pertemuan di Kantor Kedutaan Besar India. David dalam pertemuan itu meminta berita acara ditambahkan: warga yang diwakili masih menolak pembangunan Kedubes India.
Alasannya, penyelenggara Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta sudah mempersiapkan berita acara yang isinya sepihak tanpa melibatkan peserta sosialisasi termasuk warga dan dirinya selaku kuasa hukum warga.
Setelah protes itu dicantumkan, berita acara sosialisasi ditandatangani oleh pemrakarsa kegiatan yakni Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan 3 orang perwakilan warga yakni kuasa hukum, pihak yang mengaku sebagai penasihat RW 02.
Namun menurut David, perwakilan tersebut tak tinggal sekitar lokasi. Oleh sebab itu, warga menilai penyelenggara telah melakukan tindakan maladministrasi.
David juga mengatakan, selain menilai adanya maladministrasi, ia juga melihat pimpinan sosialisasi tak menampung keberatan warga. Ini lantaran, draf berita acara telah dibuat sebelum sosialisasi dilakukan.
Padahal, kata David, dalam acara itu tak ada permintaan persetujuan warga untuk rencana pembangunan Kedutaan Besar India. Ia mengatakan ada 35 warga yang berdomisili di Jalan Denpasar Raya, Jalan Klungkung, Jalan Besakih, dan Jalan Ubud menolak pembangunan Kedutaan Besar India.
David mengatakan, sosialisasi itu bukan beragendakan untuk melanjutkan persetujuan lingkungan Kedubes India. "Karena yang disampaikan hanya upaya memitigasi dampak pembangunan dan bukan menghilangkan dampak," katanya.
Pada 4 April 2023, dilakukan audiensi oleh asisten pembangunan yang hasilnya menyarankan pihak wali kota untuk melakukan pertemuan langsung ke rumah masyarakat yang tak menyetujui pembangunan. Namun menurutnya saran itu tak digubris.
Kemudian, pada 10 Juli 2023, hasil rapat di Kecamatan Setiabudi meminta Kedutaan Besar India untuk melakukan pertemuan tersendiri dengan warga yang menggugat pembangunan. Namun, hingga kini permintaan itu tak diamini.
David mengungkapkan, pada 8 Desember 2023, warga melihat papan PBG Kedubes India SK-PGB-317402-01092023-001. Warga menduga penerbitan PGB itu tanpa AMDAL dan izin lingkungan. David mengatakan, PGB seharusnya dicabut karena sejak awal terdapat pihak lain yang mengatasnamakan warga.
Warga telah melakukan scan terhadap barcode yang terdapat di papan PGB dan tercantum nama Indarini Ekaningtiyas sebagai Kepala PTSP Kota Administrasi Jakarta Selatan.
Pada 4 Maret 2024, Edwin dan warga mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta agar PBG dibatalkan. David mengatakan, dalam persidangan diketahui nama pejabat yang tercantum di barcode PBG seharusnya Benni Aguscandra, bukan Indarini Ekaningtiyas.
Dalam sidang perkara Nomor 93/G/PTUN.JKT/2024 terungkap bahwa izin lingkungan terbit pada 25 Oktober 2023, sementara PBG terbit 1 September 2023. Hal ini, kata David, bertentangan dengan pasal 1 PP Nomor 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan.
Dalam putusan yang dibacakan secara e-court oleh majelis hakim PTUN Jakarta pada 29 Agustus 2024, memutuskan gugatan warga dikabulkan. Atas putusan itu, Pemprov DKI melakukan banding.
"Sejak putusan PTUN, karena ada putusan penundaan, maka pembangunan itu disetop hingga saat ini," katanya.
Penjelasan Kedubes India
Sedangkan Kedubes India merespons polemik dengan Edwin dan warga Kuningan. Melalui keterangan yang diunggah di laman resminya, Kedubes India mengatakan banyaknya laporan palsu dan menyesatkan mengenai usulan gedung baru yang akan dibangun.
Mereka mengatakan apartemen tersebut digunakan untuk staf dan bukan untuk komersial. Alasan mereka membangun gedung 18 lantai karena keterbatasan lahan di Jakarta.
"Kedutaan Besar India telah memperoleh semua izin hukum yang diperlukan untuk pembangunan gedung tersebut,: demikian keterangan Kedubes India.
Kedubes India juga mengajak masyarakat memverifikasi data sebelum menyebarkan informasi. Mereka lalu menyinggung hubungan baik dengan Indonesia yang telah dibangun.
"Kedua negara ini berbagi kemitraan sejarah, budaya, perdagangan, ekonomi, dan pembangunan selama berabad-abad, yang tidak boleh dirusak oleh tuduhan yang tidak berdasar.
Berikut pernyataan lengkap Kedubes India:
Kedutaan Besar India, Jakarta telah mengamati beredarnya berita palsu dan menyesatkan mengenai usulan gedung baru Kedutaan Besar India di Jakarta. Laporan-laporan ini, yang mempertanyakan tujuan apartemen di dalam gedung dan ketinggiannya yang mencapai 18 lantai, tidak berdasar dan tampaknya merupakan bagian dari upaya yang diatur untuk menyesatkan publik dan merusak reputasi Kedutaan Besar.
Klaim ini sama sekali tidak berdasar dan sengaja disebarkan oleh orang-orang dengan motif tersembunyi. Kami ingin menyampaikan fakta-fakta untuk meluruskan berita yang ada:
• Tempat Tinggal di Dalam Kawasan Kedutaan: Apartemen yang dimaksud secara eksklusif untuk digunakan oleh staf Kedutaan dan terletak di dalam kompleks Kedutaan. Tempat tinggal ini bukan untuk penggunaan komersial, dan tidak ada orang luar yang diizinkan berada di dalam kawasan Kedutaan yang aman, sesuai dengan norma diplomatik internasional.
• Norma Diplomatik untuk Keamanan: Secara global, staf Kedutaan Besar bertempat tinggal di kompleks Kedutaan Besar demi alasan keamanan dan logistik. Praktik ini konsisten dengan pengaturan yang dibuat oleh banyak Kedutaan Besar lain di Jakarta dan di seluruh dunia.
• Timbal Balik dengan Kedutaan Besar Indonesia di New Delhi: Kedutaan Besar Indonesia di New Delhi memiliki tempat tinggal khusus bagi stafnya, yang terletak di dalam kompleks Kedutaan Besar. Lahan yang disediakan oleh Pemerintah India di New Delhi cukup luas, sehingga memungkinkan untuk membangun bangunan bertingkat rendah, tidak seperti keterbatasan ruang di Jakarta.
• Keterbatasan Lahan di Jakarta: Karena terbatasnya lahan yang dialokasikan untuk Kedutaan Besar India di Jakarta, satu-satunya solusi yang layak adalah pembangunan vertikal dengan 18 lantai untuk mengakomodasi kebutuhan operasional Kedutaan Besar dan tempat tinggal staf.
• Dikelilingi Bangunan Tinggi: Lokasi Kedutaan Besar sudah dikelilingi oleh bangunan tinggi, seperti yang dapat diverifikasi melalui kunjungan sederhana ke lokasi atau dengan menggunakan alat seperti Google Maps. Bangunan baru tersebut konsisten dengan karakter lingkungan sekitar.
• Kepatuhan Hukum: Kedutaan Besar India telah memperoleh semua izin hukum yang diperlukan untuk pembangunan gedung tersebut. Klaim yang bertentangan sepenuhnya salah dan tampaknya menjadi bagian dari agenda oportunistik untuk menyesatkan netizen dan menodai hubungan bilateral yang kuat antara India dan Indonesia. Mereka juga mempertanyakan hak kedaulatan Pemerintah India untuk memberikan Kedutaan Besar India izin yang diperlukan untuk membangun Kedutaan Besar sesuai kebutuhannya.
Kami mendesak masyarakat untuk memverifikasi fakta sebelum menarik kesimpulan atau menyebarkan informasi yang salah yang secara tidak sengaja dapat merusak hubungan yang telah lama terjalin dan bersahabat antara India dan Indonesia.
Kedua negara ini berbagi kemitraan sejarah, budaya, perdagangan, ekonomi, dan pembangunan selama berabad-abad, yang tidak boleh dirusak oleh tuduhan yang tidak berdasar.