Hakim Ketua Pengadilan Tipikor Dissenting Opinion soal Perkara Eks Direksi ASDP

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/tom.
Terdakwa kasus dugaan korupsi di PT ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono (kanan), Ira Puspadewi (kiri), dan Muhammad Yusuf Hadi (tengah) menjalani sidang dengan agenda pembacaan vonis Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/11/2025). Majelis Hakim memvonis mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi dengan hukuman empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry (Persero) Muhammad Yusuf Hadi dan manta
20/11/2025, 16.56 WIB

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Sunoto, menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan perkara tiga terdakwa mantan petinggi PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) terkait kasus akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019-2022.

Hakim Sunoto menilai perkara yang menjerat mantan Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi, eks Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Yusuf Hadi, serta Bekas Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono bukan merupakan tindak pidana korupsi, melainkan keputusan bisnis yang tidak optimal tanpa unsur niat jahat.

Ia mengatakan hal tersebut saat memimpin jalannya sidang putusan di ruang Prof.Dr. Kusumahatmaja, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis (20/11), siang. Dalam dissenting opinion-nya, Sunoto menyampaikan salah satu poin keberatannya terkait penghitungan kerugian negara dalam kasus ASDP menggunakan penilaian dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang tidak bersertifikat.

Penghitungan yang dimaksud merujuk pada kapal-kapal sebagai objek aset dalam proses akuisisi. "Terdapat beberapa persoalan yang perlu dicermati, penilaian kapal dilakukan oleh ahli yang dalam keterangannya di persidangan mengaku tidak memiliki sertifikat KJPP, tidak memiliki lisensi formal dan tidak memiliki perijinan dari Kementerian Perhubungan," kata Sunoto.

Ia menganggap Tim Akuntansi Forensik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak memiliki kewenangan untuk menghitung kerugian negara dalam perkara ASDP. Sedangkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai lembaga resmi yang berwenang justru menolak melakukan perhitungan kerugian negara dalam kasus tersebut.

Sunoto juga menyatakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan atas kepatutan pengelolaan investasi PT ASDP pada 2022 dan melaporkannya pada 2023. Dalam laporan itu, BPK menyimpulkan bahwa investasi PT ASDP telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

"BPK tidak menyimpulkan adanya tindak pidana korupsi dan tidak merekomendasikan hukum pidana melainkan hanya memberikan rekomendasi perbaikan administratif," ujarnya.

Lebih jauh, Sunoto menjelaskan keterangan para saksi dan terdakwa di persidangan tidak menunjukkan adanya aliran uang atau pemberian fasilitas dari pemilik PT JN kepada para terdakwa.

“Saudara Adjie (pemilik PT JN) bahkan menyebut bahwa tawarannya untuk memberikan handphone dan batik Madura kepada terdakwa Harry ditolak, bergitu pula terdakwa Ira menolak pemberian fasilitas penjemputan dan kamar hotel,” kata Sunoto.

Pendapat Sunoto ini berbeda dengan hakim lainnya, salah satunya hakim anggota Nur Sari Baktiana. Majelis Hakim Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis pidana penjara selama 4,5 tahun kepada mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi. Putusan ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum dengan 8,5 tahun. 

Majelis hakim juga menetapkan vonis pidana penjara empat tahun masing-masing kepada eks Direktur Komersial dan Pelayanan ASIDP Yusuf Hadi dan Bekas Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono.

Ketiganya didakwa merugikan negara Rp 1,25 triliun dalam kasus akuisisi saham PT Jembatan Nusantara pada 2019-2022. Jaksa KPK mengatakan, kapal yang diakuisisi para terdakwa sudah tua dan tidak layak karena dalam kondisi karam. Jaksa menjelaskan perkara ini berawal dari skema kerja sama usaha (KSU) antara ASDP dan PT JN pada 2019.

Para terdakwa juga dituding tidak mempertimbangkan usia kapal milik PT JN dalam menentukan opsi skema transaksi jual beli. Mereka diduga mengondisikan penilaian 53 unit kapal PT JN oleh KJPP Mutaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan rekan (KJPP MBPRU).

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu