Pemerintah berencana menaikkan bea masuk produk hewan dan turunannya serta hortikultura. Kenaikan bea masuk tersebut kemungkinan hanya akan diberlakukan pada masa panen.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto mengatakan, rencana kenaikan bea masuk dilakukan guna tetap melindungi petani atau peternak di dalam negeri. Pasalnya, pemerintah harus menaati keputusan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang memenangkan gugatan Amerika Serikat (AS) dan Selandia Baru.
Kedua negara tersebut mengadukan Indonesia ke WTO karena dinilai menghambat impor pada produk holtilkultura, hewan, dan turunannya dengan memberlakukan periodisasi importasi sejak 2012.
"Pada prinsipnya kami ingin melindungi petani serta agar produk yang masuk ke Indonesia itu berkualitas," kata dia usai rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (3/9).
(Baca: Kalah di WTO, Mendag Tak Dapat Menolak Impor Ayam Brasil)
Ia menjelaskan, kenaikan bea masuk tersebut akan berlaku saat musim panen saja. Namun, ia belum menyebutkan besaran kenaikan bea masuk tersebut lantaran masih akan didiskusikan dengan Kementerian Keuangan.
Saat ini, rata-rata bea masuk impor produk hortikultura, hewan dan turunannya sebesar 5%. Namun, bea masuk tersebut akan lebih besar saat musim panen.
Sementara, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita menjelaskan, pemerintah akan segera mengubah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) dan Peraturan Menteri Perdagangan yang digugat ke WTO.
"(Proses revisi) sudah di Kementerian Hukum dan HAM," ujarnya.
(Baca: Harap-harap Cemas Menanti Realisasi Impor Ayam Brasil )
Ia mengatakan, beleid yang baru akan menjelaskan tentang pemasukan karkas. Ke depan, pihaknya juga akan memproteksi produk dalam negeri dengan memperkuat good agriculture practice serta good handling practice. "Pada prinsipnya ingin menjaga mutu dan kualitas yang masuk ke Indonesia," ujarnya.
Sebagai informasi, gugatan terkait kebijakan impor tesebut diajukan AS dan Selandia Baru pada 18 Januari 2018. Laporan gugatan tersebut berjudul Indonesia-Importation of Horticultura Products, Animals, and Animals Products: Status Report Regarding Implementation of the DSB Recommendations and Rulings by Indonesia.
Pembatasan waktu impor dinilai bertentangan dengan aturan WTO. Secara keseluruhan, ada 17 measures yang diadukan ke WTO. Keseluruhan measures tersebut tertuang dalam Permentan Nomor 24 Tahun 2018, Permentan Nomor 23 Tahun 2018, dan Peratutan Menteri Perdagangan Nomor 64 Tahun 2018.