Inisiasi Rakortas
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution tadi malam menyatakan pembahasan jagung dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) antarkementerian di kantornya merupakan inisiasi Menteri Pertanian Amran Sulaiman. "Surat usulan untuk impor juga dari mereka, jangan belokkan cerita," katanya di Jakarta, Rabu (7/11) malam.
Darmin pun menegaskan bahwa angka impor sebesar 100 ribu ton juga akhirnya diputuskan berdasarkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian. Adapun Perum Bulog yang ditugaskan sebagai penyelenggara impor melalui izin Kementerian Perdagangan.
(Baca: Pemerintah akan Impor 100 Ribu Ton Jagung Khusus untuk Peternak Kecil)
Sebelum impor jagung akhirnya diputuskan, Darmin menyebut dirinya juga sudah menanyakan perihal surplus produksi jagung sebagaimana yang diklaim Kementerian Pertanian. "Jawabannya itu harganya naik sehingga banyak surat permintaan dari para peternak untuk melakukan pengadaan jagung," ujar Darmin.
Karenanya, dia pun menyarankan agar Kementerian Pertanian tak menyalahkan kementerian dan lembaga lain atas naiknya harga jagung. Sebab, berdasarkan hukum ekonomi, kenaikan harga biasanya disebabkan oleh kapasitas jumlah produksi yang belum bisa memenuhi kebutuhan.
Menanggapi polemik impor jagung, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menilai kenaikan harga jagung disebabkan oleh produksi yang mulai langka. Sebab, siklus produksi jagung hampir sama dengan beras.
Dwi mengungkapkan produksi jagung hampir 70% berada pada semester pertama. Sisanya terjadi pada semester kedua. Di samping itu, kekeringan menjadi salah satu kendala yang menghambat produksi. (Baca: Harga Jagung Naik, Harga Pakan Ternak Berpotensi Melonjak)
Meeski begitu, menurut Dwi, harga jagung tak serta merta naik dalam beberapa waktu terakhir. "Harga jagung naiknya sejak bulan Juni, itu yang harusnya jadi perhatian," ujarnya.
Dia juga menekankan perhitungan produksi jagung dengan metode terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) diharapkan bisa menemukan deviasi atau penyimpangan yang besar dengan estimasi data milik Kementerian Pertanian. Temuan BPS, deviasi produksi beras tahun 2018 bisa mencapai 30,3% jika dibandingkan estimasi Kementerian Pertanian.