Bantuan Benih Jagung ke Petani Dituding Tidak Tepat Sasaran

ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya
Petani memanen jagung di lahan pertaniannya kawasan Laladon, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (16/1). Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menargetkan produksi jagung pada puncak panen raya 2017 mencapai 3,5 juta ton. Untuk target tersebut, pemerintah menyiapkan anggaran Rp3 triliun untuk perluasan lahan tanam jagung hingga dua juta hektare bagi petani.
Penulis: Michael Reily
24/7/2018, 15.55 WIB

Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan bantuan benih jagung untuk petani melalui program upaya khusus (Upsus) tidak tepat sasaran. Pemerintah dinilai tidak mengelompokkan petani jagung sesuai kekuatan pasar untuk pelaku usaha komoditas jagung.

Peneliti CIPS Imelda Freddy mengatakan riset di Dompu, Nusa Tenggara Barat dan Sumenep, Madura menghasilkan rekomendasi supaya pemerintah memperhatikan kekuatan pasar jagung di daerah. “Sehingga identifikasi program Upsus bisa diterapkan dengan mekanisme yang cocok,” kata Imelda di Jakarta, Selasa (24/7).

(Baca juga: Harga dan Mutu, Alasan Pelaku Industri Memilih Jagung Impor).

Hasil riset yang mereka lakukan menunjukkan ada tiga jenis klasifikasi daerah penerima bantuan benih, yaitu pasar jagung kuat, pasar jagung semi kuat, dan pasar jagung lemah. Kekuatan pasar digolongkan dalam komponen interaksi pelaku usaha (pembeli dan penjual), praktik budidaya pertanian yang baik, serta pendukung lain seperti infrastruktur, irigasi, dan modal.

CIPS menilai bantuan lebih tepat diarahkan kepada pasar semi-kuat, misalnya di Sumenep. Di sana, program bantuan benih berhasil dilakukan dalam waktu tiga tahun. Catatannya, benih jagung bisa membuat petani menjadi mandiri sehingga bisa masuk ke pasar yang kuat.

Sedangkan untuk daerah dengan pasar jagung lemah, pemerintah disarankan untuk menghentikan program Upsus. Yang tergolongan daerah ini yakni Aceh Selatan, Garut, dan Jayapura. “Jika daerah memiliki komoditas lain yang lebih kuat, sebaiknya komoditas lain itu yang lebih dikembangkan petani,” ujar Imelda.

Sementara itu, program Upsus untuk daerah pasar jagung yang kuat tidak akan efektif karena program bantuan dapat menghalangi keberlangsungan petani, sektor swasta, dan industri jagung yang berkelanjutan. Contohnya, petani di daerah Dompu dan Gorontalo sudah mampu membeli benih berkualitas dari sektor swasta.

Sementara itu, Perencana Ahli Utama, Direktorat Pangan dan Pertanian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Nono Rusono mengatakan penyediaan benih dan luas tanam sebenarnya terus meningkat dari 2014 hingga 2016. Sayangnya, hal itu tidak diiringi dengan produktivitas yang ikut meningkat. “Kami mengarahkan supaya tidak lagi ekstensifikasi untuk swasembada,” kata Nono.

Menurutnya, intansi teknis seperti Kementerian Pertanian seharusnya meningkatkan produksi komoditas lain supaya perencanaannya semakin jelas. Terutama untuk produk hortikultura seperti bawang dan cabai yang musim tanamnya masih fluktuatif sepanjang waktu.

Hal ini penting, kata dia, mengingat persediaan komoditas pangan yang ada di pasar bakal mempengaruhi harga sesuai hukum ekonomi. Oleh karena itu, Bappenas meminta kebijakan dari sisi hulu sebuah produk dapat menjaga sisi harga di hilir, sehingga tidak terjadi inflasi. (Baca pula: Dorong Produktivitas, BISI Tingkatkan Program Kemitraan Petani).

Menanggapi hasil riset tersebut, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Sumardjo Gatot Irianto menyatakan bantuan benih jagung diarahkan untuk Penanaman Areal Tanah Baru (PATB). Bantuan diberikan kepada petani yang belum pernah menanam jagung. “Pengalaman kami, masyarakat akan menggandakan apa yang dibantu pemerintah. Contohnya jagung yang ditanam dua kali,” ujar Gatot.

Menurutnya, target bantuan benih jagung dari pemerintah mencapai tiga juta hektare pada 2018. Penanaman dimaksudkan untuk menambah areal secara konvensional. Di sini, jagung tersebut disisipkan pada perkebunan lain. Catatannya, kontrak dengan petani sudah mencapai 2,6 juta hektare lahan.

Keseluruhan kontrak ini bakal selesai paling lambat September nanti. Dengan demikian, penanaman bisa dimulai pada Agustus sehingga jagung bisa dipanen tahun ini. (Baca juga: Mentan Tolak Tawaran Impor Jagung dari Rusia).

Kementerian Pertanian mengkalkulasi ada sekitar 7 hingga 8 juta hektare lagi lahan jagung garapan petani mandiri. Namun, mereka tidak mendapatkan bantuan karena sudah bisa melakukan budidaya jagung yang tepat.

Gatot pun mengungkapkan pemerintah memberikan insentif harga pembelian dan menyetop impor jagung untuk menjadi stimulasi bagi petani mandiri. “Ini strategi pemerintah supaya swasembada bisa tercapai dan bantuannya tidak terlalu banyak,” katanya.