PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III melalui anak usahanya PTPN VIII menggandeng PT Mitra Kerinci, anak usaha PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) mengembangkan bisis perkebunan teh. Kerja sama itu diperkuat dengan penandatanganan Nota Kesepahaman tentang pengelolaan Kebun Pangheotan di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Kedua perusahaan sepakat bekerja sama dalam hal pendampingan perbaikan pabrik teh hijau serta penjualan teh hitam dengan target produksi harian sebesar 5 hingga 7 ton dengan target penjualan sebesar Rp 300 juta per bulan. Adapun untuk mencapai target tersebut, kedua perusahaan akan menanam investasi sebesar Rp 5 miliar.
Direktur PT Mitra Kerinci Yosdian Adi mengatakan Indonesia memiliki potensi besar sebagai negara penghasil teh dengan dukungan alam dan geografis. Namun, upaya penguatan industri teh tidak bisa dikerjakan sendiri. Karena itu pihaknya menggandeng PTPN VIII untuk mengelola sekitar 2.000 hektare kebun teh.
“Kerja sama itu diharapkan mampu memberikan perbaikan kinerja bagi kedua belah pihak dan perbaikan kesejahteraan ribuan pemetik teh,” kata Yosdian dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (30/4).
Daya saing teh Indonesia saat ini masih tergolong lemah di pasar dunia. Data Kementerian Perdagangan menunjukan, pada 2017 ekspor teh Indonesia hanya meningkat sebesar 1,04%, hal tersebut tidak sebanding dengan tren penurunan nilai ekspor sebesar 8,08% selama medio 2012-2016.
Karenanya butuh kerjasama kedua perusahaan guna memperkuat komoditas teh di pasar dunia. PTPN VIII merupakan pemilik lahan teh terbesar di Indonesia serta berpengalaman di bidang pengolahan teh. Sementara Mitra Kerinci adalah penghasil teh hijau terbesar di Asia Tenggara.
(Baca Juga: Gandeng 3 Bank BUMN, KAI Buat Kartu Elektronik Transportasi)
Deputi Bidang Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro mengatakan, kerja sama tersebut bisa menjadi contoh sistem pengelolaan industri teh yang produktif dan efisien. Alasannya, tantangan utama pengelolaan teh saat ini masih tinggi seiring dengan harga pokok produksi mencapai Rp 20 ribu per kilo gram.
“Keunggulan kedua pihak perlu dikembangkan dalam skema kerja sama dan diterapkan dalam skala kecil terlebih dahulu,” ujar Wahyu.
Dengan begitu, diharapkan industri teh dalam negeri bisa bangkit dan bersaing di pasar global. Kontradiksi penurunan areal dan produktivitas teh Indonesia bisa membuka peluang dengan pertumbuhan konsumsi minuman teh dalam kemasan yang bertumbuh hingga 2,3 juta liter per tahun.