Kementerian Pertanian mengusulkan Harga Pokok Pembelian (HPP) gula petani naik menjadi Rp 10.500 per kilogram (kg). Peningkatan dilakukan guna memotivasi petani gula agar produksinya meningkat.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang mengatakan surat usulan mengenai HPP gula sudah diajukan ke menteri pertanian untuk kemudian diteruskan kepada menteri perdagangan.
Menurut Bambang, usulan kenaikan HPP juga dilatari oleh meningkatnya biaya Pokok Produksi (BPP) dari Rp 9.500 per kg menjadi Rp 10.000 per kg. Sehingga, HPP menurutnya jadi perlu dinaikan menjadi sekitar Rp 10.500 per kg dari sebelumnya Rp 9.700 per kg. Terlebih Harga Eceran Tertinggi gula juga telah dipatok Rp 12.500 per kg yang juga menjadi pertimbangan lain untuk kenaikan HPP.
"Harga rendah yang karena peningkatan ongkos produksi bisa membuat petani beralih ke komoditas lain," kata Bambang di Jakarta, Senin (26/3).
(Baca : Lelang Gula Rafinasi Dinilai Hilangkan Kepastian Berusaha)
Usulan kenaikan HPP juga dilakukan atas pertimbangan dari tim pakar nasional, akademisi dari perguruan tinggi, dan kelembagaan petani. “Diusulkan karena produktivitas gula kita rendah,” ujar Bambang.
Ia pun menyatakan target produksi gula nasional pada tahun ini mencapai sebesar 2,1 juta ton, relatif stagnan dibandingkan dengan realisasi produksi tahun lalu yang mencapai , 2,1 juta ton lantaran terdapat pengurangan lahan tahun ini sekitar 5 ribu hektare.
Rendahnya produktivitas gula yang juga disertai dengan tidak efisiennya pabrik menyebabkan banyak petani merugi. Alhasil banyak petani juga mulai beralih ke komoditas lain seperti padi dan jagung karena lebih menguntungkan.
Ketua Umum Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen menuturkan tingkat produksi rendah dan sistem produksi tanaman tebu di sawah dinilai tidak memberikan petani hasil yang signifikan.
(Baca juga : Pasokan Berlebih. Kemendag Waspadai Kebocoran Impor Gula Rafinasi)
Soemitro mencatat, petani bisa mendapatkan untung sebesar Rp 14 juta hingga Rp 17 juta jika produktivitas padi bisa mencapai 6 ton per hektare dengan produksi sekitar Rp 4.000 per kg. Sementara itu, produksi tebu dengen rendemen hanya 6% membuat harga produksi bisa mencapai sekitar Rp 10 ribu sampai Rp 10.500 per kg.Terlebih, sarana dan prasarana produksi tebu juga ongkosnya mahal.
Karenanya, menurut Soemitro, panen gula yang akan mulai pada Mei 2018 harus diakomodasi dengan tepat. “Kalau dibiarkan tujuan pemerintah untuk swasembada gula tidak akan tercapai,” ujar Soemitro.
Dia pun menyambut baik usulan dari Kementerian Pertanian. Namun, APTRI juga meminta agar HET untuk gula dihapuskan. Pasalnya, meski tidak ada larangan pembelian, namun pedagang memberikan ancaman untuk menurunkan harga beli.