Antisipasi Krisis Pangan, Pemerintah Diminta Siapkan Pengganti Beras

ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/aww.
Dunia berpotensi hadapi krisis pangan akibat pandemi corona. Karena itu pemerintah didesak untuk segera mensubstitusi beras dengan sumber pangan lainnya.
14/5/2020, 16.42 WIB

Pemerintah didesak untuk segera mengganti bahan pangan masyarakat Indonesia dengan selain beras. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan bahwa pemenuhan kebutuhan pangan di dalam negeri sudah terlalu mengandalkan beras.

Sementara itu Indonesia sudah sejak lama bergantung dengan impor untuk memenuhi kebutuhan beras. Sedangkan di masa pandemi ini negara lain cenderung menahan ekspornya untuk memenuhi kebutuhannya di tengah pandemi corona.

Padahal, menurut dia masyarakat memiliki banyak pilihan makanan dengan kearifan lokal yang dapat menjadi pengganti beras. Beberapa di antaranya bahkan memiliki proses tanam yang lebih cepat dan panennya juga tinggi, sehingga pasokannya relatif lebih banyak dibandingkan beras.

"Di tengah keterbatasan jangan bergantung pada satu bahan pangan pokok yaitu beras. Bagaimana diversifikasi pangan bisa dikembangkan agar kemudian kalaupun harus tidak makan beras ada bahan pangan lokal yang ada bisa menjadi substitusi terhadap beras," kata Tulus dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (14/5).

(Baca: Risiko Menipisnya Impor Pertanian dari Tiongkok Imbas Virus Corona)

Menurut Tulus, sejak era Orde Baru masyarakat Indonesia telah disandra dengan hanya politik beras yang memaksa menjadikan beras sebagai kebutuhan pangan satu-satunya dan menghilangkan potensi-potensi sumber pangan lain. Sehingga dalam kondisi sulit pandemi saat ini berpotensi menyebabkan krisis pangan.

Indonesia pun tidak pernah absen impor beras tiap tahunnya. Bahkan pada 2011 Indonesia mengimpor hingga 2,75 juta ton beras menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tertinggi dalam dua dekade terakhir. Pada 2018 impor juga melonjak drastis mencapai 2,25 juta ton atau lebih dari 7 kali lipat impor beras setahun sebelumnya yang hanya 305 ribu ton. 

Halaman:
Reporter: Tri Kurnia Yunianto