PT Garuda Indonesia Tbk tengah mengajukan banding atas putusan denda terkait perkara kartel kargo maskapai yang terbang ke Australia. Putusan denda ini dijatuhkan Federal Court of Australia pada 30 Mei 2019 lalu
"Dengan adanya putusan tersebut, maka perusahaan berhak mengajukan banding (appeal) ke pengadilan yang lebih tinggi dalam waktu 21 hari sejak putusan dijatuhkan," ungkap Direktur Human Capital Garuda Indonesia Heri Akhyar, dalam keterangan resmi pada keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Jumat (14/6).
Sebelumnya, Federal Court of Australia memutuskan penjatuhan denda sebesar A$ 19 juta setara Rp 186,6 miliar (kurs: Rp 9.821 per A$) kepada Garuda Indonesia, serta mengharuskan Garuda Indoensia membayar biaya perkara 28 hari sejak putusan dijatuhkan.
Mengutip Antara, Jumat (14/6), dalam keterangan resminya Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan menjelaskan, bahwa kejadian tersebut merupakan kasus lama yang terjadi dalam kurun waktu 2003 hingga 2006, belum berkekuatan hukum tetap, dan masih ada celah hukum yang memungkinkan untuk melakukan banding.
Ikhsan menuturkan Australian Competition & Consumer Commission (ACCC) menuduh 15 maskapai melakukan kesepakatan dan price fixing untuk rute pengangkutan kargo menuju jurisdiksi Australia.
Dari 15 maskapai penerbangan tersebut, hanya Garuda Indonesia dan Air New Zealand yang mengajukan upaya hukum sejak di tingkat pertama di Federal Court of Australia sampai dengan kasasi ke High Court Australia.
Sementara, 13 maskapai lain memutuskan untuk melalui mekanisme perdamaian dengan mengaku bersalah dan telah dikenai denda dan jumlah ganti rugi mulai dari A$ 3 juta sampai dengan A$ 20 juta.
(Baca: Permintaan Meningkat, Garuda Indonesia Tambah Dua Pesawat Khusus Kargo)
Sinyal positif sempat terlihat pada 31 Oktober 2014, di mana Federal Court NSW menolak gugatan ACCC dengan pertimbangan pasar yang bersangkutan (yurisdiksi) di Indonesia.
Namun, dalam pengadilan banding 14 Juni 2017, High Court Australia mengabulkan gugatan ACCC dengan doctrin effect dan menyatakan Garuda Indonesia dan Air New Zealand bersalah atas tuduhan price fixing.
Putusan inilah yang membuat Federal Court Australia menjatuhkan putusan denda kepada Garuda Indonesia dan Air New Zealand serta membayar biaya peradilan yang telah dikeluarkan oleh ACCC.
“Garuda Indonesia menganggap bahwa perkara ini tidak adil, serta menyatakan tidak pernah melakukan praktik price fixing dan tuduhan ini tidak patut dikenakan kepada Garuda Indonesia sebagai BUMN yang merupakan salah satu instrumen negara Republik Indonesia,” kata Ikhsan.
Menurutnya, denda dalam perkara ini juga seharusnya tidak lebih dari A$ 2,5 juta, dengan pertimbangan bahwa pendapatan pengangkutan kargo Garuda dari Indonesia pada saat kejadian perkara ini terjadi adalah sebesar A$ 1,1 juta dan pendapatan pengangkutan kargo dari Hong Kong sebesar US$ 656,000.
Terkait putusan pengadilan ini, Garuda Indonesia sebelumnya telah berkoordinasi intens dengan Kedutaan Besar Australia sejak 2012 dan Tim Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri sejak tahun 2016 karena kasus hukum ini menyangkut “Interstate Diplomacy”.
(Baca: Soroti Garuda dan Lion Air, YLKI: Duopoli Merusak Iklim Penerbangan)