Pupus harapan para perantau untuk mudik Lebaran 2019. Danang, 39 tahun, warga Solo, Jawa Tengah, mengaku tak bisa berhari raya di kampung halamannya. Harga tiket pesawat dari kota tempatnya bekerja sekarang, Tanjungpinang, Riau, menuju Solo mencapai Rp 2 juta per orang.
Padahal, biasanya ia bisa mendapatkan harga Rp 800 ribu per orang. “Saya punya istri dan dua anak. Kalau dihitung-hitung, memerlukan biaya sekitar Rp 18 juta untuk mudik pulang-pergi,” katanya kepada Antara, Sabtu (18/5).
Ia sempat berharap ada kapal PT Pelni (Persero) yang melayani rute tersebut atau Batam-Semarang. Jarak Semarang dan Solo, menurut Danang, cukup terjangkau. Namun, Pelni ternyata tidak membuka rute itu. Pilihannya, Tanjungpinang-Tanjung Priok-Makassar-Surabaya.
“Rute kapal Tanjungpinang-Tanjung Priok harganya lebih Rp 1juta. Itu belum ongkos dari Jakarta ke Solo,” ujar Danang.
(Baca: Tarif Batas Atas Turun, AirAsia Akan Sesuaikan Harga Tiket Pesawatnya)
Niko, 35 tahun, perantauan dari Palembang, Sumatera Selatan pun bernasib tak jauh beda. Keinginannya mudik terpaksa batal. Penyebabnya serupa, harga tiket pesawat yang mahal. Apalagi, ia harus memboyong istri dan tiga anak. “Saya biasanya dari Batam-Palembang paling mahal sekitar Rp 300 ribu per orang, sekarang sudah lebih Rp 1 juta,” katanya.
Kendati pemerintah sudah menurunkan tarif batas atas tiket pesawat 12-16% yang mulai berlaku hari ini, namun harganya masih tetap mahal. “Mudik hanya setahun sekali. Kami harap pemerintah punya solusi agar masyarakat bisa menikmati Lebaran di kampung halaman masing-masing,” kata Niko.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri mengatur tiga jenis pesawat, yaitu propeller (baling-baling) kurang dari 30 kursi, propeller lebih 30 kursi, dan pesawat jet.
Rute pesawat propeller lebih 30 kursi tujuan Palangkaraya-Solo, tarif batas bawah dan atasnya, yaitu Rp 688 ribu dan Rp 1,909 juta. Untuk pesawat jet, tarifnya Rp 404 ribu-Rp 1,155 juta.
Sementara, rute Batam-Palembang dengan pesawat propeller lebih 30 kursi batas tarifnya Rp 480 ribu-Rp 1,372 juta. Kalau memakai pesawat jet, kisarannya menjadi Rp 327 ribu-Rp 922 ribu
(Baca: Penurunan Tarif Batas Atas Tiket Pesawat Dinilai Mengabaikan Maskapai)
Harga Tiket Pesawat Fluktuatif
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana B Pramesti meminta masyarakat untuk mempelajari aturan baru tersebut sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. "Masyarakat harus memahami bahwa (aturannya) tarif bukan harga tiket,” katanya dalam siaran pers hari ini.
Untuk menjadi harga tiket, tarif itu kemudian ditambah dengan komponen lain, seperti asuransi wajib Jasa Rahardja, Pajak Pertambahan Nilai, dan tarif kebandarudaraan.
(Baca: Tarif Batas Atas Pesawat Turun, Garuda Pertimbangkan Tutup Rute Kecil)
Ia mengatakan, masyarakat perlu memahami harga tiket pesawat bersifat fluktuatif karena sangat dipengaruhi oleh kurs mata uang. Misalnya, biaya operasional penerbangan, jasa kebandarudaraan, jasa pelayanan navigasi penerbangan, pajak, asuransi, dan lain-lain.
Pemerintah menurunkan tarif batas atas sebanyak 12-16% karena melihat faktor ketepatan waktu atau on time performance (OTP) maskapai yang semakin baik. Peningkatan OTP terjadi pada Januari-Maret 2019 dengan rata-rata 86,29% dari 78,88% pada periode yang sama tahun 2018.
OTP yang baik dari maskapai, memberikan kontribusi terhadap efisiensi pengoperasian pesawat udara, yaitu efisiensi bahan bakar dan juga efisiensi jam operasi pesawat udara.
(Baca: Tiket Pesawat Mahal, Kunjungan Wisatawan Turun Hingga 30%)