Ada Indikasi Kelebihan Penumpang Kapal dalam Kecelakaan di Toba

ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi
Tim evakuasi gabungan melakukan pencarian korban KM Sinar Bangun yang tenggelam di Danau Toba, Simalungun, Sumatra Utara, Selasa (19/6). KM Sinar Bangun yang mengangkut 128 penumpang tenggelam di Danau Toba pada Senin (18/6) sore, 18 penumpang selamat, satu penumpang tewas, dan 109 penumpang lainnya masih dalam proses pencarian.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
21/6/2018, 11.13 WIB

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menilai ada indikasi kecurangan yang terjadi dalam peristiwa tenggelamnya Kapal Motor (KM) Sinar Bangun di Danau Toba, Sumatera Utara pada Senin (18/6) lalu. Dugaannya, ada kelebihan kapasitas penumpang yang menyebabkan tenggelamnya kapal tersebut.

Dugaan muncul karena Unit Pelaksana Teknis (UPT) tidak berani memberikan daftar muatan penumpang (manifes) kepada Kementerian Perhubungan, sehingga Surat Izin Berlayar (SIB) pun tidak diterbitkan. "Soal kelebihan muatan, kami tidak bisa simpulkan langsung, tapi potensi kelebihan ada,” kata Budi di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta dalam konferensi pers pada Rabu (20/6).

Kapasitas muatan dari KM Sinar Bangun maksimal hanya 35 GT atau setara dengan 43 penumpang. Namun, beradasarkan data yang dihimpum Kepolisian berdasarkan laporan masyarakat, ada sekitar 178 orang yang hilang di kapal tersebut.

(Baca: Menhub Ancam Beri Sanksi Jika Ada Pelanggaran pada Kecelakaan di Toba)

Menurut Budi, kapal penumpang dengan muatan kecil seperti KM Sinar Bangun, tidak mungkin ditumpangi hingga 178 orang, seperti total pengaduan yang dilaporkan keluarga korban. Dia mengatakan kemungkinan kelebihan penumpang, hanya 80 orang.

“Memang dalam hal legal, kapal itu legal, tapi dalam hal perjalanan kapal itu tidak legal, dimungkinkan itu terjadi apabila tidak ada manifest dan SIB,” katanya.

Saat ini Kementerian Perhubungan masih terus mencari fakta penyebab tenggelamnya KM Sinar Bangun. Tim yang dikirim beranggotakan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dan Polda Sumatera Utara.

Agar mempermudah pencarian korban yang hilang, aktivitas penyeberangan di Danau Toba dihentikan sementara. Sebagai gantinya, Kemenhub dan PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Ferry (Persero) menyiapkan dua kapal Ferry Roll On Roll Off (RORO) untuk melayani penumpang yang ingin melitasi Danau Toba.

Penghentian operasional kapal penyeberangan ini, rencananya dilakukan selama tujuh hari ke depan. Jangka waktunya disesuaikan dengan jadwal pencarian yang akan dilakukan oleh Badan Nasional Pecarian dan Pertolongan (Basarnas).

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setyadi menambahkan setelah tujuh hari, kapal-kapal yang dihentikan tersebut tidak lantas dapat langsung berlayar. Pihaknya akan kembali memeriksa kelaikan kapal (ramp check), melakukan pengujian kendaraan bermotor (Uji Kir), dan memeriksa kesiapan kapal dalam mencatatkan muatan dalam bentuk manifes sebelum diberi lampu hijau berlayar lagi.

"40 operator kapal kayu ini semua telah sepakat untuk meningkatkan keselamatannya. Mereka juga perlu mengikuti standarisasi yang cukup lengkap, utamanya ramp check, KIR, dan manifes. Tanpa itu kapal tidak bisa jalan,” kata Budi Setyadi.