Maskapai penerbangan dunia sedang berjuang melewati badai krisis pandemi corona. Di tengah lesunya industri penerbangan, Air France-KLM berencana memangkas 7.500 pekerjaan. Pendapatan perusahaan telah tergerus 95% selama pandemi. Dalam sehari, Air France kehilangan 15 juta euro (sekitar Rp 245 miliar).
Dalam pernyataan tertulisnya Jumat lalu (3/7), maskapai terbesar kedua di Eropa ini akan melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK kepada 6.560 stafnya. PHK itu akan berlangsung dalam tiga tahun ke depan. “Pemulihan tampaknya akan sangat lambat karena ketidakpastian pandemi Covid-19,” tulis maskapai terbesar kedua di Eropa itu, melansir dari BBC.
Total pekerjanya sekarang mencapai 41 ribu orang. Anak usahanya, Hop!, akan memangkas 1.020 pekerjaan pula dalam tiga tahun ke depan dari total karyawan mencapai dua ribu orang.
Maskapai penerbangan dunia lainnya juga terpaksa menempuh langkah serupa untuk mengantisipasi lambatnya permintaan. EasyJet telah memutuskan untuk mengurangi jumlah stafnya hingga sepertiga. British Airways pada April 2020 menyebut akan terjadi PHK terhadap 42 ribu karyawannya. Virgin Atlantic akan memangkas sepertiga dari 10 ribu tenaga kerjanya.
(Baca: INACA Ramal PHK Maskapai Penerbangan Akan Terjadi pada September)
Pada Juni lalu, Lufthansa mengatakan akan memangkas 22 ribu pekerjaan. PHK ini akan terjadi khusus di Jerman. Perusahaan saat ini memiliki lebih 135 ribu karyawan secara global. Lebih setengahnya berada di Negeri Panser.
“Tanpa pengurangan signifikan karyawan di tengah krisis, kami akan kehilangan kesempatan untuk restart dan risikonya akan sangat besar,” kata Direktur Tenaga Kerja Lufthansa Michael Niggemann.
Pada Mei 2020, pemerintah Jerman telah berkomitmen untuk menyuntikkan dana sebesar 9 miliar euro untuk Lufthansa agar tidak kolaps. Pemerintah nantinya akan mengambil 20% saham perusahaan, yang rencananya dijual kembali pada akhir 2023.
(Baca: Pendapatan Anjlok 30%, Garuda Merugi Lagi Rp 1,7 Triliun di Kuartal I)
PHK Maskapai Penerbangan di Indonesia
Di Indonesia, maskapai Lion Air Group, yang terdiri dari Lion Air, Wings Air, dan Batik Air, mengumumkan akan melakukan PHK 2.600 karyawan. Corporate Communications Strategic Danang Mandala Prihantoro mengatakan, pengurangan tenaga kerja Indonesia dan asing (expatriate) tersebut dengan cara tidak memperpanjang masa kontrak kerja.
Keputusan sulit ini diambil, karena perusahaan sedang berada terkena dampak Covid-19. “Langkah ini diikuti perampingan operasional, mengurangi pengeluaran, dan merestrukturisasi organisasi," kata Danang dalam siaran pers, Kamis lalu.
Kondisi penerbangan yang belum kembali normal mengakibatkan perusahaan beroperasi dengan pendapatan yang minimal. Sejak beroperasi kembali, Lion Air Group rata-rata hanya mengoperasikan 10-15% dari kapasitas normal, dari sebelumnya rata-rata 1.400-1.600 penerbangan per hari.
Manajemen Lion Air Group menilai, tahun ini industri penerbangan dalam keadaan mati suri atau tidak beroperasi normal, baik di jaringan domestik maupun internasional. Sementara, biaya yang harus ditanggung masih cukup berat. Hal ini membuat kondisi keuangan perusahaan makin terbebani.
(Baca: Penumpang Dibatasi 70%, Maskapai Boleh Naikkan Harga Tiket Pesawat)
Maskapai Susi Air pun terpaksa mengambil langkah PHK terhadap karyawannya karena 99% operasional sudah terhenti akibat pandemi corona. "Kami harus merumahkan dan PHK karyawan karena situasi memang tidak memungkinkan," kata mantan Menteri Perikanan dan Kelautan sekaligus pemilik maskapai Susi Pudjiastuti melalui cuitannya di akun twitter pribadinya, 4 Juni lalu.
Untuk menangkal dampak negatif pandemi corona, Susi Air sebelumnya sudah mengambil langkah efisiensi dengan memotong gaji dan menutup unit-unit usaha yang tidak produktif. "Kami menutup unit-unit usaha yang tidak produktif, biaya transportasi, memotong gaji karyawan dan sebagainya agar bisnis tetap seimbang," ujarnya.
INACA Prediksi PHK Maskapai Berlanjut
Indonesia National Air Carrier Association (INACA) memperkirakan gelombang PHK pekerja maskapai penerbangan akan terjadi pada September 2020. Pasalnya, perusahaan penerbangan terus merugi karena tingkat okupansi hanya 30% dan beban operasional yang tak berkurang.
(Baca: Tak PHK Karyawan, AirAsia Lebih Pilih Efisiensi dan Negosiasi Utang)
Sekretaris Jenderal INACA Bayu Sutanto mengatakan, sebagian besar perusahaan telah memilih tidak memperpanjang kontrak karyawan, mulai dari pilot, pramugari hingga teknisi pesawat, untuk menjaga kondisi keuangan. Selain itu, beberapa karyawan juga diliburkan tanpa digaji atau unpaid leave.
Bayu mengatakan saat ini kondisi dunia penerbangan sangat memprihatinkan. Sebab, sejak pandemi virus corona atau Covid-19 merebak di Indonesia, jam terbang maskapai hanya tersisa 20-30% dari kondisi normal. Kondisi tersebut, diperburuk dengan biaya operasional yang tidak berubah, meski jumlah penerbangan minim.