Ramuan Bisnis ala Martha Tilaar Hadapi Gempuran Kosmetik Korea Selatan

Martha Tilaar Group / Instagram
Ilustrasi produk Martha Tilaar. Penjualan kosmetik dan kecantikan turun selama pandemi corona.
Penulis: Ekarina
5/11/2020, 17.52 WIB

Pandemi corona membuat bisnis kosmetik menurun drastis hingga membuat level kompetisi semakin ketat baik dengan pemain lokal, maupun asing seperti produk kosmetik Korea Selatan. PT Martha Tilaar Group mengungkap beberapa strategi agar produk perusahaan tetap diminati dan sesuai selera pasar.

CEO Martha Tilaar Group Kilala Tilaar menyatakan, budaya Kpop menghantam produk kecantikan lokal. Sebagian besar konsumen saat ini memiliki preferensi kecantikan seperti orang Korea.

Meski demikian, produk kecantikan Indonesia milik Martha Tilaar dinilai memiliki keunikan dan keunggulan kompetitif yang membuatnya bertahan dari serbuan produk impor. 

“Kami harus konsisten, bagaimana kita (Martha Tilaar Group) tetap relevan kepada younger audiens dengan berbagai inovasi yang  menonjolkan keunikan produk Indonesia," ujarnya dalam webinar Indonesia Industry Outlook 2021 bertajuk Competing in the New Beauty Market after Pandemic, Kamis (5/11).

Keunikan produk  yang dimaksud adalah bagaimana perusahaan memproduksi kosmetik dengan penggunaan bahan-bahan lokal, sumber daya dan mengangkat budaya Indonesia. Hal ini dipercaya dapat meningkatkan keterkaitan produk dengan konsumen Indonesia.

Perusahaan yang telah berdiri selama 50 tahun ini menyatakan memakai bahan organik dari tanaman asli dalam negeri. Bahan-bahan ini menurutnya telah diteliti dan dikembangkan di laboratorium konservasi perusahaan. 

Tak hanya di Indonesia, bahan-bahan herbal ini bahkan digunakan lebih dari 230 negara sebagai bahan dasar kosmetik. 

Salah satunya adalah tanaman pegagan. Kilala menyatakan, tanaman ini sudah digunakan sejak zaman nenek moyang untuk membunuh bakteri jerawat. Bahan ini pun sudah digunakan Martha Tilaar jauh sebelum produk skincare asal Korea Selatan terkenal dengan kandungan cica atau centella asiatica. 

Tak hanya itu, menurutnya tak semua produk Korea Selatan bisa cocok untuk konsumen Indonesi lantaran ada perbedaan musim yang bisa mempengaruhi kondisi kulit pengguna.  

“Misalnya, kalau konsumen pakai formula yang terlalu oily, dengan kelembaban 70% dan suhu 35 derajat sepanjang tahun ini pasti tidak akan cocok dengan kulit (masyarakat) Indonesia,” ujarnya.

Selain itu, warna kosmetik Negeri Ginseng  juga belum tentu cocok dengan kulit Indonesia karena memiliki melanin kulit yang berbeda.

Pivoting Strategi 

Kalila menyatakan industri kosmetik tahun ini sangat menantang. Laporan McKinsey menyebutkan, pertumbuhan industri kosmetik dan kecantikan tahun ini menurun 35% secara global.

Penurunan tersebut dialami produk kosmetik dekoratif seperti lipstik, blush on dan lainnya. Meski demikian, Martha Tilaar memiliki produk yang penjualan naik di masa pandemi seperti lulur dan masker karena banyak masyarakat kini melakukan perawatan kecantikan di rumah. 

Riset Inventure dan Alvara menunjukkan, 70,5% dari 629 responden yang disurvei menyatakan masih khawatir pergi ke salon dan melakukan treatment kecantikan.

Untuk membuat bisnisnya tetap bertahan, perusahaan pun memutar produksinya ke varian produk non-kecantikan yang sedang banyak dibutuhkan masyarakat, seperti seperti jamu, hand sanitizer hingga obat pel.

Namun, produksi ini tidak sendirian melainkan berkolaborasi dengan beberapa brand besar lain, salah satunya Antis.

Pandemi juga menjadikan perusahaan menahan ekspansi dan memprioritaskan investasi terhadap 11 brand yang mereka miliki saat ini. 

Kaum Hawa Cemaskan Kenaikan Harga Kosmetik Impor (Antara Foto /Oky Lukmansyah)

"Dari 11 brand kita harus pilih mana yang mau diinvestasikan dan memiliki peluang lebih besar. Alokasi sumber daya harus tepat supaya tumbuh menjadi success faktor," katanya.

Berikutnya strategi inovasi sesuai dengan keinginan pasar. Lalu pergeseran pemasaran ke channel digital. Ketika mal dan pertokoan tutup, penjualan online berkontribusi signifikan terhadap pendapatan perseroan. Ke depan, saluran promosi dan pemasaran ini menurutnya akan terus dikembangkan, baik melalui marketplace, Instagram atau Tiktok.

Menurut data BPS, pada triwulan I tahun 2020, kinerja industri kimia, farmasi dan obat tradisional, termasuk sektor kosmetik mencatat pertumbuhan sebesar 5,59% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Selain itu, kelompok manufaktur ini mampu mengekspor sebesar US$ 317 juta pada semester I- 2020 atau naik 15,2% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

 Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (2015-2035) bahkan ikut memasukan industri farmasi, bahan farmasi, dan kosmetik sebagai salah satu sektor andalan yang mendapatkan prioritas pengembangan. Sektor tersebut juga berperan besar sebagai penggerak utama perekonomian di masa yang akan datang.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Doddy Rahadi mengatakan, Indonesia memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan negara penghasil produk jamu dan kosmetik berbahan alami lain seperti Tiongkok, Malaysia dan Thailand.

Terlebih, Indonesia memiliki potensi tanaman obat yang banyak tumbuh di berbagai wilayah dengan jumlah sekitar 30.000 spesies dari 40.000 spesies tanaman obat di dunia. "Ini sangat prospektif untuk dikembangkan karena kebutuhan yang cukup potensial di pasar lokal maupun global,” katanya.

Reporter/ Penyumbang Bahan: Ivan Jonathan (Magang)