Cek Data: Perbandingan Kondisi Jalan Era Jokowi vs Presiden Sebelumnya

Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden
Ruas jalan pertama yang ditinjau Presiden Joko Widodo dalam kunjungan kerja ke Provinsi Lampung, Jumat (5/5) pada pukul 10.30 WIB, adalah Jalan Terusan Ryacudu Kabupaten Lampung Selatan.
Penulis: Reza Pahlevi
12/5/2023, 07.42 WIB

Video viral TikToker Bimo Yudho Saputro yang mengkritik pembangunan di Lampung berujung ke kunjungan Presiden Joko Widodo ke provinsi tersebut. Jokowi menjelajah sejumlah ruas jalan raya di provinsi itu yang rusak parah. Presiden pun pun berjanji memperbaiki jalanan rusak di provinsi paling selatan di Pulau Sumatra tersebut, baik untuk jalan provinsi maupun kabupaten/kota.

Selama ini, Jokowi selalu membanggakan masifnya pembangunan jalan tol di masa kepemimpinannya. Namun, apakah pembangunan jalan berbayar ini diikuti dengan pembangunan jalan non-tol juga?

Kontroversi

Viralnya video TikTok buatan Bima membuat pembangunan di Provinsi Lampung disorot. Warganet banyak yang membicarakan jalanan yang rusak parah di provinsi tersebut. Beberapa pembuat konten di TikTok bahkan sempat membuat konten bermain di lubang jalanan yang tergenang air.

Masalah ini pun sampai ke telinga Jokowi. Pada Jumat 5 Mei 2023 lalu, Jokowi datang ke Lampung. Dia ingin melihat langsung kondisi jalanan yang ramai diperbincangkan di media sosial. Sesampainya di sana, Jokowi mengumumkan pemerintah pusat akan mengambil alih perbaikan jalan di Lampung.

“Kira-kira provinsi tidak memiliki kemampuan, kemudian kabupaten tidak memiliki kemampuan, akan diambil alih untuk Kementerian PU (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat),” kata Jokowi, Jumat (5/5).

Banyak pihak mengkritik keputusan Jokowi yang ingin memperbaiki jalan di Lampung lantaran viralnya masalah tersebut di media sosial. Salah satunya, Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menganggap aksi ini sebagai pencitraan saja.

“Jalanan rusak tidak hanya di Lampung, di berbagai wilayah, provinsi, kabupaten/kota banyak jalanan yang rusak apalagi jalan desa,” katanya dikutip dari Media Indonesia, Jumat, 5 Mei 2023.

Selama ini, masa pemerintahan Jokowi identik dengan pembangunan infrastruktur yang masif, termasuk jalan tol. Namun, bagaimana dengan pembangunan jalan non-tolnya? Mengapa Jokowi baru memberikan perhatian untuk perbaikan jalan di akhir masa kepemimpinannya?

Faktanya

Pemerintahan Jokowi memang berhasil membangun jalan tol paling panjang di antara periode presiden lainnya. Dari total 2.499,06 km jalan tol yang beroperasi di Indonesia, sepanjang 1.569 km atau 63% dibangun saat Jokowi memimpin.

Selain jalan tol, pemerintah juga menambah panjang ruas jalan non-tol. Namun, pertambahan panjang jalan raya saat Jokowi menjabat masih lebih pendek dibandingkan dengan panjang jalan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).  

Pada masa SBY (2004-2014), total pertambahan panjang jalan raya mencapai 144.825 km. Ini terdiri dari 11.804 km jalan nasional, 13.403 km jalan provinsi, dan 119.618 km jalan kabupaten/ kota.  

Pertambahan panjang jalan era SBY ini jauh lebih panjang dari pemerintahan Jokowi yang bertambah 19.293 km. Jalan nasional yang menjadi tanggung jawab langsung pemerintah pusat bahkan hanya  bertambah sepanjang 592 km selama periode Jokowi.

Namun, berdasarkan penjelasan Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR kepada Katadata.co.id, tambahan panjang jalan selama era SBY dan Jokowi di atas sebetulnya tidak seluruhnya merupakan pembangunan jalan baru. Angka itu juga sudah mencakup jalan existing yang mengalami perubahan status atau kewenangan.

Artinya, sejumlah jalan bisa dinaikkan statusnya dari jalan daerah menjadi jalan nasional (upgrade), lalu dikategorikan sebagai jalan nasional. Hal yang sama pun berlaku pada jalan nasional yang berubah status menjadi jalan daerah (downgrade).

Adapun, keterangan tersebut sebelumnya tidak kami temukan dalam data yang sudah dipublikasikan Kementerian PUPR maupun BPS.

Selain panjang jalan, kualitas atau kondisi jalan juga perlu menjadi perhatian. Kementerian PUPR menilai kondisi jalan menggunakan metrik kemantapan jalan. Jalan yang mantap berarti memiliki kondisi baik dan sedang sementara jalan tidak mantap memiliki kondisi rusak ringan atau rusak berat.

Pada 2021, kondisi jalan nasional yang dinyatakan mantap di Indonesia tercatat sebesar 91,8%. Kemantapan jalan provinsi lebih rendah yaitu 74,12%. Jalan kabupaten/kota lebih buruk lagi dengan kemantapan sebesar 63,64%.

Jalan nasional yang dipegang langsung oleh pemerintah pusat kondisinya lebih buruk dibandingkan dengan kondisi ketika Jokowi baru menjabat pada 2014. Kemantapan jalan turun dari 93,94% menjadi 91,8%. Kemantapan jalan bahkan sempat menyentuh 89,36%.

Di sisi lain, jalan yang bukan tanggung jawab pemerintah pusat menunjukkan perbaikan. Kemantapan jalan provinsi meningkat dari 70,98% pada 2014 menjadi 74,12% pada 2021. Jalan kabupaten/kota meningkat dari 59,18% pada 2014 menjadi 63,64% pada 2021.

Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PUPR 2019 - 2024 sebenarnya menargetkan kemantapan jalan nasional dapat mencapai 94% pada 2021. Kemudian pada 2023, kemantapan jalan seharusnya dapat mencapai 96% jika mengacu Renstra tersebut.

Masalahnya, anggaran untuk preservasi jalan dan jembatan nasional tidak pernah sesuai dengan kebutuhan anggaran dalam Renstra sejak 2020. Pemerintah hanya menganggarkan Rp22,98 triliun untuk preservasi jalan pada 2023, lebih rendah dari kebutuhan yang seharusnya Rp30 triliun.

Turunnya kemantapan jalan dan tidak adanya prioritas untuk preservasi jalan nasional menunjukkan kurangnya perhatian terhadap pembangunan jalan non-tol. Kritik terhadap keputusan Jokowi, seperti yang disampaikan Trubus Rahadiansyah dapat dimaklumi jika melihat data-data di atas.

Jokowi perlu memberikan perhatian khusus untuk perbaikan jalan raya non-tol di sisa masa kepemimpinannya, terutama untuk jalan nasional. Ini penting agar aksi Jokowi di Lampung menjadi berkesinambungan dan tidak berakhir sebagai aksi pencitraan belaka.

Klarifikasi Kementerian PUPR

Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR menyatakan, data BPS yang dikutip di artikel ini tidak salah. Namun menimbulkan persepsi kurang tepat apabila perubahan panjang jalan ditafsirkan sebagai pembangunan jalan baru. 

Pertambahan panjang jalan disebabkan sejumlah faktor. Ada perubahan status kewenangan pengelola ruas jalan tersebut. Ada yang dinaikkan statusnya dari jalan provinsi menjadi jalan nasional yang pemeliharaannya dilakukan pemerintah pusat (upgrade). Ada juga yang sebaliknya, dari jalan nasional menjadi jalan provinsi (downgrade).

Berdasarkan data Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR, pertambahan panjang jalan nasional tercatat sebesar 6.391 km pada periode 2015-2024. Angka itu sudah mencakup 422 km yang tengah dikerjakan pada 2023 dan 583 km yang menjadi target pada 2024.

Referensi

Open Data Kementerian PUPR. Kemantapan Jalan Nasional. (Akses 9 Mei 2023)

Open Data Kementerian PUPR. Kemantapan Jalan Provinsi. (Akses 9 Mei 2023)

Open Data Kementerian PUPR. Kemantapan Jalan Kabupaten/Kota. (Akses 9 Mei 2023)

BPS. Panjang Jalan Menurut Tingkat Kewenangan. (Akses 8 Mei 2023)

Komisi V DPR RI Channel. 24 Januari 2023. Live Streaming - Komisi V DPR RI RDP dengan Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR RI (Akses 9 Mei 2023)

Media Indonesia. 5 Mei 2023. “Jokowi Ambil Alih Perbaikan Jalan Rusak di Lampung, Pengamat: Daerah Semakin Tidak Serius Urus Infrastruktur” (Akses 10 Mei 2023)

---------------

Artikel ini mengalami perubahan pada 24 Mei 2023 pukul 18.35 WIB, yakni pada kata “pembangunan” yang digantikan dengan kata “pertambahan”. Selain itu, kami tambahkan pula satu bagian yang merupakan klarifikasi dari Kementerian PUPR.

---------------

Jika Anda memiliki pertanyaan atau informasi yang ingin kami periksa datanya, sampaikan melalui email: cekdata@katadata.co.id.