Pelajaran Pajak Digital dari Amazon dan Australia

ANTARA FOTO/REUTERS/Lucy Nicholson
Seorang pria berjalan melewati iklan Loker Amazon di depan toko makanan di Santa Monica, California, Amerika Serikat, Senin (19/3).
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
25/10/2018, 15.20 WIB

Besarnya potensi bisnis digital menarik perhatian Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Hanya, pemerintah harus memperbaiki tata cara pelaporan terlebih dulu sebelum memungut pajak dari bisnis digital. Upaya pemerintah Australia menarik pajak dari raksasa e-commerce Amazon bisa jadi pelajaran.

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rofyanto Kurniawan pun menyadari, aturan perpajakan ekonomi digital belum lah sempurna. "Pada tahap awal kami bantu dari sisi pelaporannya saja lah. Belum masuk memungut (pajak)," kata dia saat diskusi bertajuk 'Bijak Pajaki Ekonomi Digital' di Tjikini Lima, Jakarta, Kamis (25/10).

Ia mengatakan, instansinya masih mengkaji tata cara registrasi yang tepat bagi pelaku usaha di bisnis digital. Salah satu caranya adalah menyediakan formulir pelaporan pajak khusus yang bisa diunduh dan diisi oleh pelaku digital langsung dari platform masing-masing.

Ia mencontohkan, mitra atau penjual di Amazon Australia wajib mengisi pelaporan perpajakan yang otomatis diperoleh di platform tersebut. "Kami akan coba (cara di Australia) ini," kata Rofyanto.

Hanya, menurut Kepala Sub Bidang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan dan Industri, BKF, Kemenkeu Suska, pelaporan yang diimplementasikan oleh Amazon di Australia ini juga tidak efektif. Sebab, kebijakan pelaporan pajak itu hanya berlaku untuk penjual yang bertransaksi di Amazon Australia saja.

(Baca juga: Apple, Google dan Amazon jadi Merek Paling Bernilai 2018)

Alhasil, produk yang dijual di Amazon Australia lebih mahal dibanding yang ditransaksikan di platform lain. Padahal, bisnis digital memungkinkan penduduk Australia membeli produk sejenis dari negara lain lewat platform Amazon yang bersifat global. "Australia juga baru menerapkan ini, sehingga masih banyak kendala," katanya.

Kendati begitu, BKF akan tetap memelajari konsep pelaporan di Amazon Australia. Untuk kemudian, diimplementasikan dan disesuaikan dengan kondisi bisnis di Indonesia. "Beberapa negara juga menerapkan aturan pendaftaran ini," kata dia. Hanya, ia belum mau menyampaikan kapan metode pelaporan tersebut bakal diterapkan.

Adapun Go-Jek sempat menawarkan diri untuk menjadi penyedia jasa aplikasi (application service provider/ASP) alias sebagai agen pajak pada akhir 2017. Nantinya, Go-Jek bisa melayani pembuatan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak. Hanya, rencana ini urung dilaksanakan.  

Secara keseluruhan, Google sempat memprediksi Indonesia bakal menjadi negara dengan ekonomi digital paling tinggi di Asia Tenggara pada 2025. Saat itu, nilai ekonomi digital bakal sebesar US$ 81 miliar atau sekitar Rp1.095,93 triliun.

Reporter: Desy Setyowati