Pengusaha e-Commerce Minta Penjual di Media Sosial Ikut Kena Pajak

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Pekerja memilah paket barang di gudang logistik TIKI di kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
30/1/2018, 16.01 WIB

Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) meminta Kementerian Keuangan menjamin perlakuan yang sama (level of playing field) bagi seluruh pedagang online. Salah satunya, dengan memungut pajak secara merata dan bersamaan kepada pedagang baik di marketplace maupun di media sosial.

Berdasarkan hasil diskusi dengan pemerintah, Ketua Bidang Pajak, Cybersecurity, Infrastruktur idEA, Bima Laga mengatakan, belum ada skema pemungutan pajak untuk pedagang yang bertransaksi di media sosial. Namun pemerintah akan lebih dulu menetapkan skema pemungutan pajak untuk pedagang di marketplace.

"Saya tanya ke Badan Kebijakan Fiskal (BKF), mereka belum punya konsepnya (skema pemungutan pajak transaksi melalui media sosial). Sepertinya masih belum tahu tracking-nya itu akan bagaimana," kata dia usai acara Media Briefing bertajuk 'Pajak E-Commerce' di EV Hive D.Lab, Jakarta, Selasa (30/1).

(Baca juga: Warung Pintar Diluncurkan, Kolaborasi Tradisional dan Digital)

Ia khawatir, bila aturan pemungutan pajak atas transaksi melalui media sosial ini tak diterapkan bersamaan dengan yang marketplace, maka pedagang akan beralih. Bila itu terjadi, perusahaan yang bergerak di bidang marketplace bakal merugi. "BKF sebut akan atur yang marketplace dulu. Tidak bisa, nanti pada shifting," tuturnya.

Apalagi, berdasarkan survei yang idEA lakukan terhadap 1.800 responden di 11 kota, sebanyak 64% berdagang melalui media sosial. Hanya 16% yang berjualan melalui marketplace. Lalu sebanyak 7% berjualan menggunakan website milik sendiri. Sebanyak 12% belum berjualan secara online dan 6% berdagang dengan cara lain.

Ia juga mengaku, sudah mengusulkan kepada BKF dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), agar pedagang di media sosial diwajibkan juga memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) virtual. Berdasarkan diskusi yang ia lakukan bersama pemerintah, kewajiban NPWP ini baru akan diterapkan untuk marketplace saja. "Usulan yang lebih komprehensif akan kami diskusikan lagi dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak," ujar dia.

(Baca: Google: Ekonomi Digital Indonesia Capai Rp 1.095 Triliun pada 2025)

Menanggapi hal ini, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara memang tidak secara spesifik menjelaskan sudah ada atau belum skema pemungutan pajak atas transaksi di media sosial. Namun ia menegaskan, seluruh wajib pajak termasuk pedagang di media sosial harus membayar pajak. Kewajiban itu dilakukan secara self assesment, yang mana pedagang mengisi sendiri formulir pajaknya dan melaporkannya.

Menurutnya, Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Tata Cara Perpajakan Pelaku Usaha Perdagangan Berbasis Online akan terbit dalam waktu dekat. "Penjual ataupun pembeli tetap perlu taat Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kalau wajib pajaknya usaha kecil atau non Pengusaha Kena Pajak (PKP), tetap berlaku ketentuan sebagaimana yang ada. Tidak ada pajak baru," kata dia.