Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melakukan uji publik atas rancangan regulasi pajak toko online. Hingga saat ini, idEA mengaku belum menerima draf dari aturan tersebut.
Ketua Umum idEA Aulia E Marinto mengatakan, pemerintah telah meminta masukan terkait bisnis digital. Namun, sebelum diskusi itu dimatangkan, ia justru mendengar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Tata Cara Perpajakan Pelaku Usaha Perdagangan Berbasis Elektronik (Pajak E-Commerce) akan dirilis dalam beberapa hari.
"Masukan (yang kami sampaikan) bisa saja beda dengan draf-nya. Kami sudah berupaya pro aktif meminta agar kami diundang secara lebih sering untuk membahas ini," ujar Aulia saat Media Briefing Pajak E-Commerce di EV Hive D.Lab, Jakarta, Selasa (30/1).
Ia pun berharap pemerintah menyosialisasikan terlebih dulu draf PMK tersebut. Tak hanya mengundang pelaku usaha, uji publik menurutnya juga harus mengundang pihak lain, termasuk akademisi.
(Baca juga: Warung Pintar Diluncurkan, Kolaborasi Tradisional dan Digital)
Tanpa keterbukaan dari pemerintah, ia khawatir kebijakan tersebut tersebut akan membebani penjual ataupun marketplace. Maka dari itu, ia mendorong pemerintah untuk menjelaskan secara detil rancangan PMK tersebut.
"Dalam implementasinya, beberapa konsep yang disampaikan, memberi dampak yang kami rasa akan berimplikasi ke pertumbuhan industri," ujar dia.
Sementara Ketua Bidang Pajak, Cybersecurity, Infrastruktur idea, Bima Laga melihat aturan ini berpotensi membuat penjual beralih dari marketplace ke media sosial, yang tidak ditarik pajak. Bila itu terjadi, laba perusahaan marketplace akan turun, dan berdampak ke berkurangnya pajak.
"Katanya bakal terbit 31 Januari atau 1 Februari. Makanya kami minta diuji publik," kata Bima. "Kami diundang November 2017. Dan terakhir Rabu kemarin, tapi sampai sekarang belum dapat drafnya.”
(Baca: Google: Ekonomi Digital Indonesia Capai Rp 1.095 Triliun pada 2025)
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) sudah mulai mengumpulkan data dari para penjual e-commerce. Data yang dikumpulkan terkait dengan omzet, investasi asing dan lokal, transaksi, metode pembayaran, tenaga kerja dan teknologi yang dipakai.
Seorang perwakilan Lazada, Rosa, mengaku saat ini perusahaan masih menyiapkan data tersebut. Pelaku e-commerce yang turut hadir lainnya pun mengaku, belum menyerahkan laporan tersebut kepada BPS.
Sari Kacaribu dari Tokopedia.com berharap data yang diperoleh BPS ini bisa menjadi dasar pertimbangan bagi pemerintah dalan membuat regulasi. "Kami harap ini bisa dimanfaatkan untuk membuat kebijakan yang tepat, yakni yang bisa mendorong industri," tutur Sari.