Indonesian E-Commerce Association (idEA) mengusulkan skema pendanaan dari investor asing disederhanakan. Pihak asosiasi melihat pendanaan dari dalam negeri belum bisa memberikan angka yang signifikan untuk pertumbahan industri perdagangan elektronik.
Masuknya investasi asing dinilai akan membantu pencapaian target transaksi sebesar US$ 130 miliar atau sekitar Rp 1.739 triliun pada 2020 yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden (PP) nomor 7 tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik tahun 2017-2019. Sementara tahun lalu, transaksi e-commerce diperkirakan mencapai US$ 30 miliar atau setara Rp 394 triliun.
“Kami butuh investor asing karena mereka bawa sumber daya, pengalaman, pengetahuan, dan jaringan," kata Ketua Umum idEA Aulia Marinto kepada wartawan di Hotel Morrissey, Jakarta, Rabu (16/8).
(Baca juga: Masyarakat Belum Siap, Indonesia Tak Buru-buru Adopsi Teknologi 5G)
Dia menilai, skema pendanaan yang ada sekarang masih belum bisa menarik investor asing. Di antaranya adalah karena ada Pajak Pertambahan Nilai (PPn) sebesar 10 persen.
Selain itu, ada aturan dalam Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang daftar negatif infestasi yang menetapkan pihak asing boleh berinvestasi sebesar 100 persen pada e-commerce jika jumlahnya di atas Rp 100 miliar. Namun, jika tidak sampai Rp 100 miliar, asing hanya boleh mendanai 49 persen.
Ia mencontohkan, ada banyak potensi investor asing yang ingin masuk dengan kisaran dana Rp 10-15 miliar. Dana sebesar itu, menurutnya bisa berdampak signifikan bagi perusahaan pemula atau startup kecil. Namun karena ada batasan penguasaan minoritas, maka calon investor itu pun mundur, sehingga industri e-commerce kesulitan mendapatkan modal.
"Seharusnya pemerintah membuat peraturan yang menarik investor asing sekaligus harapannya merangsang investor lokal," ujarnya.
(Baca juga: BPS Ajak Asosiasi e-Commerce Jaring Data Belanja Online)
Ketua Bidang Pajak, Infrastruktur, dan Keamanan Siber idEA Bima Laga berharap Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2017 tentang peta jalan sistem perdagangan nasional berbasis elektronik mampu menjadi nilai tawar industri e-commerce untuk menyederhanakan aturan seperti pajak.
"Mudah-mudahan dengan adanya road map e-commerce bisa mendukung industri perdagangan elektronik," kata Bima.
Dia mengaku menggunakan peta jalan untuk acuan dalam penyederhanaan pajak. Selain itu, dia juga memberikan studi ilmiah untuk diajukan ke Badan Kebijakan Fiskal (BKF).
"Kami ingin light touch regulation supaya kita bisa membangun industri namun tidak meninggalkan persoalan," ujarnya.